47
tw // pembunuhan , pisau , darah
Please kalo gak kuat tinggalin aja, ya!
Zennith, Wanita yang baru saja menjadi teman Jovas. Kini ia sedang berjalan menyusuri jalan yang lumayan sepi.
Ia tidak bohong saat mengatakan ia baru saja pulang kerja kepada Jovas.
Namun ia tidak menganggap serius saat Jovas menawarinya untuk ditemenin. Zennith tetap nekat pulang seorang diri.
Berakhir Wanita itu menjadi panik, karena merasa ada seseorang yang mengikutinya dari belakang.
Saat langkah Zennith melambat, langkah orang itu juga ikut melambat. Dan sekarang langkah Zennith semakin mengencang, ia dapat mendengar suara derap langkah yang kencang juga dari belakang.
Zennith memejamkan matanya, dan melangkah semakin cepat, bahkan ia menggenggam tali tas yang ia kenakan dengan erat.
Detak jantung Zennith begitu cepat, bahkan ia dapat mendengar suaranya. Zennith semakin takut, kalau begini rasanya ia ingin kembali ke beberapa menit sebelum ini dan menunggu Jovas untuk menemaninya.
Deg!
Tubuh Zennith membeku seketika. Saat ia merasakan satu tangan menyentuh pundak kirinya.
Zennith menangis tanpa mengeluarkan suara. Saat ia membuka matanya, ia melihat sosok orang itu kini ada di depannya.
Sosok yang ternyata seorang Pria dengan tubuh yang sangat tinggi dan kekar.
Tubuh Zennith yang tadinya membeku kini bergetar hebat, saat tangan sang Pria itu menarik rambutnya dan membawanya ke sebuah rumah kosong yang tidak jauh dari sana.
Zennith sudah berusaha sebisa mungkin untuk melawan. Namun kekuatan Pria itu lebih besar daripadanya.
Sesampainya mereka di sana, Zennith dilempar dengan kuat sehingga tubuhnya membentur dinding dengan kuat.
“Arghh ...” Zennith memegang lengan kirinya yang begitu sakit, akibat benturan itu.
Lalu ia berusaha untuk menatap pelaku yang kini sedang ingin mengeluarkan sesuatu dari dalam saku Hoodienya.
“Please ... Don't do that,” mohon Zennith, ia melihat Pria itu mengeluarkan sebuah pisau dari sakunya.
Zennith tidak bisa melihat wajah Pria itu dengan jelas, pasalnya Pria itu mengenakan masker dan juga topi. Zennith hanya bisa melihat manik mata yang kini memancarkan sebuah ancaman untuknya.
Pria itu semakin mendekat. Zennith ingin lari, tapi ia tidak punya kekuatan untuk melakukan itu.
Yang bisa ia lakukan hanyalah menangis dan memohon agar dilepaskan.
“Jangan, jangan bunuh saya. Saya ini wanita.”
Pria itu tersenyum tipis dari balik maskernya.
“Karena itu. Karena itu kamu harus dibunuh,” jawabnya, yang begitu mengejutkan Zennith.
Zennith tertegun saat pria itu kini berlutut di sampingnya.
“Help me,” mohon Zennith entah kepada siapa.
Pria itu tertawa keras mendengar Zennith memohon.
“Help me ...” Pria itu mengejek Zennith.
Zennith tidak berbohong saat ini ia masih berharap Jovas mengikutinya dan akan menolongnya. Ia yakin, Jovas adalah sosok Pria yang baik.
“Jo ... Please help me.” Lagi-lagi Zennith memohon dengan menyebut nama Jovas, Pria yang ia yakinin akan datang menolongnya.
Pria yang ada di sampingnya tertawa saat mendengar Zennith menyebutkan nama Jo.
“Who is Jo? Your boyfriend, hm?” tanyanya.
Zennith tidak menjawab. Bahkan ia tidak berani untuk menatap Pria itu.
Mata Zennith melirik ke samping saat Pria itu mengangkat satu tangannya. Ternyata Pria itu hendak membuka masker yang ia kenakan.
Zennith kembali dibuat terkejut saat melihat wajah Pria itu.
“Eu...mphhh.”
Zennit dibungkam dengan tangan kekar Pria itu yang mengenakan sarung tangan.
“Apa kita harus nunggu pacar kamu datang, hm?”
Zennith menangis, kini ia tidak lagi mempunyai tenaga untuk melawan.
Zennith berusaha untuk bersuara namun tidak bisa.
“Sepertinya gak usah, ya?”
“Karena saya sedikit benci lihat wanita.”
Detik selanjutnya pisau yang sedari ada di tangan Pria itu, kini sudah menancap sempurna di perut kanan Zennith.
Mata Zennith membulat sempurna, bahkan matanya kini memerah karena rasa sakit yang begitu luar biasa.
Pria itu melepaskan tangannya dari mulut Zennith. Lalu ia kembali mengenakan maskernya.
Pria itu tersenyum puas saat melihat Zennith kini tidak lagi menghembuskan napas.
Rasa puas dan juga kesenangan yang begitu ia dambakan kini ia dapatkan lagi.
Untuk selanjutnya, bukankah sang ahli tau apa yang akan ia lakukan? Ia lah Pria yang disebut sang ahli. Pria yang sama saat di hotel itu.
Kembali melakukan hal yang sama, menghilang jejak dan juga sedikit memberi jejak. Karena jika ia menghilang begitu saja, maka sensasi yang ia dapatkan sedikit kurang.
Kini ia ingin sedikit bermain-main dengan para polisi, yang sudah ia hadapi lima tahun terakhir.