Panglimakun

“Kalian ini harusnya memberi contoh yang baik, malah telat,” ucap Yono yang kini sudah berdiri dengan sebuah penggaris panjang kebanggaannya, di tangan.

“Maaf, pak,” jawab Adyan penuh penyesalan.

“Memang kita gak boleh telat, pak? Kan kita juga murid biasa.” Berbeda dengan Adyan yang meminta maaf, Andira memilih untuk menjawab, tentu hal itu membuat Yono murka.

Yono menatap Andira dengan tajam. “Kamu ini Andira, juara umum terus-menerus, pernah juara olimpiade saat kelas sebelas, nama kamu sudah ada loh di sekolah ini.”

“Maaf, pak,” lirih Andira dengan kepala tertunduk.

“Harusnya kalian ini bertanggung jawab dengan kesalahan yang kalian lakukan, tah!”

“Iya, pak.”

“Maaf, pak.”

Yono menghela nafas kasar lalu menggelengkan kepalanya perlahan.

“Mari ikut saya.”

“Kemana, pak?” tanya Andira keheranan.

“Ya, saya beri hukuman, lari keliling lapangan.”

Adyan dan Andira sama-sama terkejut mendengar hukuman yang akan mereka hadapi. Namun reaksi yang mereka berikan cukup berbanding terbalik, Adyan yang memilih untuk diam dan Andira yang tidak terima.

“Duh, pak, jangan lari, pelase? Berkeringat, pak, gimana kalo bersih-bersih saja, pak?”

“Kok malah nawar, kamu? Kamu kira saya lagi jualan?”

“Ha ha ha, bapak ngelawak, ya? Lucu kok, pak, please?”

“Saya tidak sedang melucu, Andira!”

Nyali Andira menciut seketika.

Tanpa protes lagi Andira dan Adyan mengikuti langkah Yono. Sepanjang perjalanan, Andira tak berhenti mengomel dengan suara yang kecil, tapi masih dapat didengar oleh Adyan.

“Berisik,” kata Adyan merasa terganggu dengan omelan yang terus keluar dari mulut Andira.

“Dih, sokap.”


“Loh pak kok ke kolam renang?” tanya Andira penasaran, pasalnya arah lapangan ke kiri dan kolam renang ke kanan, Yono berbelok ke kanan.

“Andira, kamu ikut saja, tak usah banyak protes, tah.”

“Baik, tah,” sahut Andira mengikuti cara bicara Yono, yang sering mengucapkan kata tah.

Refleks Adyan tertawa, namun ia segera memasang ekspresi datar.

“Nah, sampai!” Seru Yono ketika mereka sampai di kolam renang yang cukup luas di sekolah.

“Tugas kalian membersihkan kolam renang yang kebetulan masih kosong,” ucap Yono menjelaskan hukuman apa yang harus dilakukan Adyan dan Andira.

“Loh, pak, lama dong? Saya ada ulangan, pak, hari ini. Lari saja, ya, pak?” Andira memohon semanis mungkin.

Adyan tidak berkutik, namun dibenaknya ia berharap permohonan Andira berhasil.

“Saya bilang tidak bisa menawar, tuh, lihat kotor banget. Atas dan bawah dibersihkan!”

Yono segera meninggalkan Adyan dan Andira. Padahal baru saja Andira hendak protes kembali.

“ARGHHHH!” Pekik Andira dengan kuat. “Gara-gara, lo, sih.” Andira menatap Adyan dengan penuh amarah.

“Kok gue? Lo yang telat juga.”

“Tapi gara-gara, lo, gegabah! Coba kalo lo pelan dikit pas manjat tadi, arghhh!”

“Lagian siapa suruh telat,” sewot Adyan seraya berlalu melewati Andira dan meraih alat-alat untuk mulai membersihkan kolam tersebut.

“Lah, kok sewot.”

Andira hanya diam tanpa melakukan apa-apa, sedangkan Adyan sudah bersiap-siap untuk melakukan hukumannya.

Tiba-tiba terbersit pikiran licik di otak Andira. Pelan-pelan ia mundur, berencana untuk kabur dari sana.

“Mau kemana?” Adyan menahan tangan Andira segera saat mengetahui Andira hendak kabur.

“Nih.” Adyan menyerahkan ember ke Andira agar gadis itu tidak kabur lagi.

“Ambil air di keran sana,” titahnya secara menunjuk keran air yang sedikit jauh dari tempat mereka berdiri.

Andira mengambil ember yang ada di tangan Adyan secara kasar, lalu ia berjalan menuju keran dengan rasa kesal yang masih ada dibenaknya.

Adyan dan Andira membersihkan kolam renang dengan telaten, walaupun Andira masih diliputi rasa kesal.

“Kok lo gak bersuara, Yan?” tanya Andira karena merasa hening banget di sana.

Adyan menjawab dengan gumaman. Bukannya tidak mau menjawab namun tiba-tiba ia merasa pusing. Tapi lelaki itu menahannya.

“Yan, harusnya lo protes tadi, biar kita ikut ulhar, lo tau, kan, gimana kejamnya pak Dipta.”

“Yan, Adyan. ad—”

“Adyan!” Andira memekik terkejut saat melihat Adyan pingsan.

Andira melemparkan alat pel yang ia pegang tadi, ke sembarang arah. Lalu ia melangkah menghampiri Adyan.

“Yan, jangan main-main, ah.”

“Yan, Adyan!” Andira menggoyangkan tubuh Adyan.

Namun tidak ada tanggapan dari Adyan.

“Aduh gimana, nih.”

“Yan, bangun, Yan.”

“Ihhh, nyusahin dasar.”

Andira berfikir apa yang harus ia lakukan. Setelah mendapat jalan keluar, ia berlari dengan cepat.

Melewati beberapa ruang kelas, sampai ia melewati ruang kelasnya sendiri, 12 Ipa-1.

Andira awalnya hendak mencari Pak Yono, kebetulan Pak Yono berada di kelasnya.

“Pak!” teriak Andira menarik perhatian teman-teman kelasnya.

Yono yang sedang berbincang dengan guru yang sedang mengajar di kelas itu, segera menoleh.

“Apalagi, tah, sudah siap?”

“Anu, pak.” Andira tidak bisa langsung melapor, ia masih berusaha mengatur nafasnya.

“Anu wanu, yang jelas.”

“Adyan ..... Adyan pingsan, pak,” lapor Andira.

“What! Adyan pingsan?” Suara Hengkara menggelegar isi kelas.

“Kok bisa, An?” Nakula bertanya dengan raut wajah yang panik.

“Di mana, An?” tanya Arjuna tak kalah panik.

Dengan nafas yang masih belum teratur, Andira menunjuk ke arah kolam renang.

“Kolam, kolam renang.”

Mendengar dimana Adyan, segera Hengkara, Nakula dan Arjuna berlari ke sana, disusul oleh Yono dan Andira.


Di UKS, Adyan juga belum sadar dari pingsannya.

“Kamu apakan, Adyan, Andira?” tanya Yono.

“Loh kok, saya, pak? Saya mah gak tau, orang pas saya lihat udah pingsan.”

“Kayaknya Adyan kecapean deh, pak,” jawab Nakula. “Soalnya dia sering kecapean, pak.”

“Yasudah, yang lain balik ke kelas.”

Hengkara, Nakula dan Arjuna hendak beranjak dari sana, begitu juga dengan Andira.

“Kamu enggak, Andira.”

“Loh kok saya enggak, pak?”

“Ya, kamu masih dihukum, tah.”

Andira mendengkus kesal, ia hanya bisa menurut.

tw // gun , knife tw // pembunuhan


“Hai, I'm Travist,” sapa Trvaist. “Welcome.”

“Where is, John?” tanya Ir-002 penarasan.

Bukannya menjawab, Travist mengacuhkan pertanyaan dari Ir-002, ia mengangkat tangan kanannya dan memberi kode dengan dua jarinya kepada para agent regulr lainnya.

Paham dengan kode yang diberikan Travist, segera keenam agent lainnya bergerak dan berdiri tepat di depan agent irregular.

Satu persaatu dari mereka menyerahkan sebuah alat yang ada ditangannya. Di mulai dari Simone menerahkan sebuah pistol ke Ir-001, Yuki yang sama menyerahkan sebuah pistol ke Ir-002. Berbeda dengan mereka, Raymon yang ada dihadapan Ir-003 menyerahkan dua pisau kepadanya.

Dilanjut oleh Jeremy yang menyerahkan sebuah buku tebal kepada Ir-004. Lalu Javas menyerahkan sebuah laptop kepada Ir-005. Terakhir Mark menyerahkan dua jarum suntik kepada Ir-006.

Setelah memberikan barang-barang tersebut, para agent regular kembali ketempatnya semula. Meninggalkan para agent irregular yang sedang kebingungan.

“Sama seperti tadi, kalian hanya harus menunjukkan keahlian kalian. Sangat mudah, kan?” kata Travist dengan sebuah seringai di bibirnya.

Tak ada jawaban dari para agent irregular, mereka seperti merasakan satu hal aneh akan terjadi.

“Bawa umpannya kemari,” perintah Travist entah kepada siapa.

Yuki, Raymond dan Marke melangkah mengikuti perintah Travist, lalu mereka kembali dengan membawa tiga orang yang sudah tertutupi kepalanya.

Ir-002 menatap keheranan dan bertnya-tanya apa yang harus mereka lakukan sekarang.

“Open,” titah Travist.

Segera ketiga agent regular tadi membukakan kain penutup tersebut. Dihadapan agent Yuki ada seorang laki-laki muda dengan pakaian yang cukup rapi.

“Laki-laki muda yang terlilit hutang, selingkuh, mentelantarkan istri, namanya Arga,” ucap Travist memperkenalkan laki-laki itu.

“Ir-001 dan Ir-002.” Baik Ir-001 dan Ir-002 sama-sama terkejut saat code nama mereka dipanggil. “Atau Drake and Lucy, nama kalian jika berhasil,” sambungnya.

Ir-002 atau yang mulai sekarang akan dipanggil dengan nama Lucy, kini menjadi lebih gugup daripada sebelumnya, begitu juga dengan Drake, namun laki-laki itu berusaha untuk tidak menunjukkan kegugupannya.

“Salah satu dari kalian memegang pistol palsu dan lainnya memegang pistol aslli. Dalam hitungan ke tiga, arahkan pistol asli ke laki-laki yang ada di hadapan kalian.”

Yuki dengan segera beranjak menjauh dari sana.

“Dan yang memegang pistol palsu, arahkan ke salah satu dari kalian, good luck.”

Keempat agent lainnya menatatp khawati kepada Lucy dan Drake, hanya itu yang bisa mereka lakukan.

“Satu.”

Tangan Lucy bergetar, Drake yang juga belum berani mengangkat pistol di tangannya.

“Dua.”

Drake mengangkat pistol miliknya kearah laki-laki bernama Arga. Hal itu membuat Lucy tertegun, ia belum yakin dengan pistol yang ia pegang sekarang.

“Tiga.”

Hitungan Travist telah berakahir, mau tak mau Lucy harus mengarahkan pistolnya ke Drake.

“Shoot!” perintah Travist kemudian.

Dor...

Keduanya sama-sama menarik pelatuk secara bersamaan, Lucy hanya bisa memejamkan matanya sekarang dan belum berani melihat hasilnya.

“Open your eyes,” kata Drake menandakan dirinya selamat dan mereka berhasil.

Lucy segera membuka matanya, ia menghela nafas kasar, kakiknya pun terasa lemas.

“Tumben gak percaya diri?” tanya Drake yang hanya disahut gelengan oleh Lucy.

“Good job,” puji Travist.

“Next, open,” titahnya lagi.

Raymond membuka kain penutup kepala orang yang ada dihadapannya.

“Pengemis muda yang menipu orang dengan berpura-pura lumpuh, agar semua orang bersimpati kepadanya,” ucap Travist memperkenalkan pengemis pria yang ada dihadapan Raymond.

“Tugas kamu Ir-003,” katanya membuat Ir-003 tersentak. “Jikalau berhasil akan hidup sebegai Hugo, your name,” sambungnya.

Ir-003 atau yang sekarang bernama Hugo tertegun mendengar hal itu.

“Di tangan kamu sudah ada dua pisau, seperti sebelumnya ada satu yang palsu dan satu yang asli, gunakan satu pisau asli untuk membunuh pengemis yang sedang berlutut dihadapan kamu, dan yang satunya serahkan kepada agent Raymond untuk menusuk tubuh kamu.”

Hugo memperhatikan dua pisau yang ada ditangannya, pisau itu terlihat sangat beda dari yang sebelumnya, sangat susah untuk seorang Hugo membedakannya.

“Sudah?” tanya Travist memastikan Hugo telah memilih pilihannya.

Dengan langkah pasti Hugo berjakan menuju Raymond untuk menyerahkan pisau yang kemungkinan akan membunuh dirinya.

“Tunggu!” suara Lucy dengan lantang menahan langkah Hugo.

“Ya, ada apa agent Lucy?” tanya Travist.

“Tidak ada peraturan untuk tidak saling membantu, kan? Jadi gue bisa ngebantu Hugo dan gue juga bisa berkorban buat Hugo?” tanya Lucy membuat semua agent menatapnya dengan tatapan tidak percaya.

“Lucy!” pekik Hugo tidak terima.

“Ya, kamu bisa,” jawab Travis tegas.

Lucy melangkah menghampiri Hugo. “Not that,” katanya menunjuk pisau yang ada di tangan kanan Hugo. “Itu palsu trust me, gue yang bakalan menyerahkan diri ke mereka.”

“Lo mau jadi pahlawan?”

“Tepatnya gue mau jadi teman yang baik.” Tanpa menunggu persetujuan dari Hugo, Lucy merebut pisau yang ada di tangan kanan Hugo, lalu segera menyerahkannya ke Raymond.

“One.” Travist mulai berhitung yang membuat Hugo mau tidak mau menggunakan pisau yang ada di tangan kirinya, pisau yang seharusnya ia serahkan kepada Raymond.

“Two.”

Hugo semakin mendekat.

“Three, kill.”

“Nak, saya mohon jangan bunuh saya, saya janji akan bertaubat.”

“Kill.”

Dengan perasaan campur aduk Hugo menancapkan pisau itu di perut pengemis yang ada dihadapannya, dan benar saja pisau itu asli. Jika tanpa Lucy maka dirinya sudah menajdi mayat di tangan Raymond.

“Good Job, team work yang bagus,” puji Travis seraya bertepuk tangan.

“Thanks.” Hugo mengucapkan terima kasih kepada Lucy sesampainya mereka di tempat semulai.

“Ya.”


Berlanjut kepada I-004 dan Ir-005 yang mendapatkan tugas bersama.

“Willie and Aldrict, tugas kalian adalah melunakkan bom yang ada di gedung yang tidak jauh dari sini.” Tangan Travist mengode kepada agent Mark yang ada di belakangnya.

Mark dengan segera menampilkan sebuah cuplikan langsung yang ada di layar di hadapan agent irregular.

“Ada satu orang yang akan kalian selamatkan, the agent bukan hanya tentang membunuh, tapi juga menyelamatkan mereka yang harus di selamatkan. Dengan menghidupkan laptop itu maka kamu akan menyelamatkan satu nyawa,” ucapnya.

Segera Aldrict duduk di lantai dan menghidupkan laptop yang ada di tangannya sedari tadi.

“Sial,” umpat Aldrict.

“Namun langkah-langkahnya harus dengan bantuan Willie, buka buku yang ada di tangan kamu dan selamatkan orang itu.”

Willie bergabung dengan Aldrict, ia sedikit terkejut dengan isi dari bukunya.

“Sial ini bahasa apa?” tanya Willie kebingungan.

“Lo gak tau, Wil?”

“I know, tapi.” Tangan Willie sedikit bergetar saat hendak membuka lembar per lembar dari buku itu.

Aldrict dengan cepat menahan tangan Willie lalu berkata, “Relax.”

Mereka mulai saling bekerja sama, namun tiba-tiba Javas dan Jeremy berdiri di belakang mereka, sedangkan Raymond, Yuki, Simone dan mark menarik tubuh keempat agent irregular lainnya menjauh dari sana.

Javas dan Jeremy menodong pistol di belakang mereka.

“Apa maksud kalian?” tanya Lucy tidak terima diperlakukan seperti ini. “Jawab bajingan!' Lucy berteriak.

“The agent merupakan perkumpulan agent-agent yang berkompetensi dan bertanggung jawab, jika gagal maka lebih bik mati,” jawab Travist dengan santai.

“Kalo mereka gagal, mereka akan dibunuh,” bisik Drake ke Lucy.

Lucy mengeluarkan sebuah pisau lipat dari saku celananya secara diam-diam namun hal itu disadari oleh Drake. Segera Drake menahan tangan Lucy.

“Percaya mereka.”

Waktu sudah berjalan cukup lama, namun Aldrict dan Willie belum juga berhasil menjinakkan bom itu, menurut Aldrict itu suatu hal yang sangat mustahil, namun ia tetap berusaha.

“Three.” Travis menghitung mundur.

Lucy sudah bersiap dengan pisau lipatnya jika terjadi apa-apa dengan Aldrict dan Willie.

“Two.”

“Thr-”

“Done!” Aldrict berteriak saat Javs dan Jeremy sudah menarik pelatuk pistol mereka.

Segera Jeremy mengecek hal tersebun, lalu ia menoleh menatap Travist.

“Done,” lapornya memastikan itu benar-benar sudah berhasil.

Willie yang tadinya hampir menangis kini berhasil meloloskan air matanya.

“Good job,” puji Aldrict seraya menepuk punggung gadis itu pelan agar merasa tenang.


Terakhir, giliran Ir-006 yang diberi nama Kenneth oleh Travist. Ia harus menyuntikan satu racun kepada seorang gadis yang ada dihadapannya dan menyuntikan satu cairan biasa kepada agent irregular.

“Gadis itu gak bersalah, dan kenapa gue harus melakukan itu ke agent yang lain?” tanya Kenneth tidak terima dengan tugas yang ia terima.

“Agent akan berada di posisi ini kelak, menyelamatkan teman atau membunuh orang yang tidak ia kenal, atau sebaliknya. Tunjukan kesetiaanmu, Kenneth,” jawab Travist masih dengan seringai liciknya.

“Pilih salah satu dari kelima agent yang akan kamu suntikan cairan itu.”

Kenneth ragu bahkan untuk menatap agent lainpun ia enggan.

“Gue bak-”

“Biar gue aja,” ucap Drake mengajukan diri.

“No,” tolak Kenneth tegas.

“Do it.”

“One.” lagi-lagi Travist mulai menghitung.

“Two.”

“Do it, Ken!” suruh Drake dengan tegas.

Tidak ada pilihan lain, Kenneth segera melangkah dan menancapkan sebuah suntikan ke gadis yang tidak bersalah di hadapannya.

“Sorry,” lirihnya merasa sangat bersalah.

Belum ada reaksi apapun dari gadis itu, kini tinggal satu suntikan di tangannya dan ia harus menyuntikan itu ke Drake.

“Drake.”

“Gue udah siap mati, Ken.”

“No.”

Drake menarik tangan Ken yang memegang suntikan, lalu ia menancapkan suntikan itu di lengannya.

“Arghh!” Itu bukan suara teriakan dari Drake, melainkan suara dari gadis tidak bersalah tadi.

Kenneth berhasil walaupun harus membunuh gadis yang tidak bersalah.

“Good job, agent!” Travist menepukkan tangannya dan memberikan senyuman kepada para agent irregular.

“All done, boss.”

Agent irregular saling melempar tatapan satu sama lain, merasa heran dengan yang baru saja Travist katakan.

“Good Job,” ucap pria tiba-tiba sudah berada di belakang para agent irregular. Pria itu berjalan dan berdiri berhadapan dengan para agent irregular.

“Hai, I'm John.” Pria itu mempeerkenalkan diri sebagai John atau Johnny. John yang suaranya selalu mereka dengar dan sangat menjengkelkan. Dibalik itu ternyata adalah seorang pria dengan badan besar, gagah, kekar dan mmepunyai parasa yang sangat tampan. Ada satu yang berbeda darinya yaitu aura pemimpin yang sangat kuat.

“Drake, Lucy, Hugo, Willie, Aldrict, Kenneth.” Johnny tersenyum. “Welcome to the agent.”

Setelah mendapatkan perintah untuk segera menuju ke sebuah ruangan besar yang berada tidak jauh dari dimana mereka berada, keenam agent irregular kini berkumpul di depan ruangan mereka beristirahat semalam.

“Ready?” tanya Ir-003 yang disahut anggukan oleh kelima agent lainnya.

Kini mereka melangkah bersama dipimpin oleh Ir-001 di depan. Setibanya mereka di depan pintu menuju ruangan yang di maksud, mereka terdiam sejenak.

“Listen,” ucap Ir-002 membuka suara dikeheningan itu. “Kita gak tau apa yang bakalan terjadi di dalam sana, bisa saja kejaddian kemarin bekalan terjadi kembali,” lanjutnya.

Semua mata agent tertuju pada Ir-002 berusaha mendengar semua yang ia katakan.

“Bisa saja kita terbunuh atau saling membunuh. Ada dua kemungkinan yang akan kita taruhkan untuk bisa keluar dari sana.”

“Apa itu?” potong Ir-005 bertanya penasaran.

Sebelum menjawab Ir-002 menatap agent lainnya secara bergantian, lalu netranya beralih ke pintu yang perlahan mulai terbuka.

“Nyawa atau teman.”

Setelah pintu terbuka sempurna, keenam agent irregular melangkah tanpa ragu. Namun tiba-tiba saja mereka dibuat terkejut karena pintu yang tiba-tiba tertutup dengan sangat kencang, saat mereka sudah tiba di dalam.

Lagi dan lagi para agent dibuat kebingungan, masalahnya ada pintu lagi yang harus mereka buka. Namun mereka bingung bagaimana caranya.

“What? pintu lagi?” tanya Ir-004 tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat.

Ir-001 mendecak kesal. “Licik,” lirihnya.

“Hai! I'm John.”

Suara John lagi-lagi terdengar, para agent secara bersamaan mencari darimana asal suara itu.

“Fuck you, John!” umpat Ir-003 dengan suara yang kuat.

“Thank you,” respon John.

Tak disangka John akan merespon tidak seperti biasanya, tentu saja mendengar respon dari John, membuat para agent keheranan sekaligus ketakutan.

“Di samping kalian ada dua meja yang berisikan empat pistol, dua pistol di masing-masing meja.”

semua pasang mata tertuju kearah yang John maksud, dan benar saja di sana sudah ada 2 pistol di kiri dan kanan.

“Tugas pertama untuk Ir-001 dan Ir-002.”

Ir-002 sedikit tersentak, namun tidak dengan Ir-001 ia hanya menunjukkan ekspresi yang sangat santai.

“Masing-masing pergi ke meja di sudut,” perintah John segera dipatuhi oleh keduanya.

“Dua agent yang sangat ahli dalam bidang persenjataan, untuk melaksanakan misi yang sebenarnya, saya harus memastikan hal itu. Dua pistol dimana salah satunya adalah pistol palsu. Gunakan satu pistol untuk menembak kesembarang arah, dan gunakan satu pistol untuk menembak diri kalian sendiri,” ujar John menjelaskan apa yang harus dua agent itu lakukan.

“What!” Ir-004 memekik tidak percaya.

“Diri kalianlah yang menetukan kalian hidup atau mati, good lu-”

*Dor...

Suara tembakan memenuhi ruangan, keempat agent lainnya segera menutup telinga mereka.

Suara tembakan itu berasal dari Ir-002 yang menembak keatas darimana asal suara John berada. Dengan demikian Ir-002 berhasil, ia segera berjalan kembali ke barisan para agent.

“Giliran lo,” ucap Ir-002 ke Ir-001.

Ir-001 mengeluarkan sebuah smirk di bibirnya, ia meraih sebuah pistol dan mengarahkan ke kepalanya.

“Woi!”

“Lo anjir, coba ke sembarang arah!”

Para agent lainnya tidak bisa melakukan apa-apa selain panik.

“gak ada bedanya, kan?” Ir-001 menarik pelatuk pistol, sontak kelima keempat agent lainnya menutup mata, kecuali Ir-002 yang dengan berani menyaksikan aksi aneh dari Ir-001.

Tidak ada suara apapun di ruangan, lalu tiba-tiba pintu terbuka menandakan Ir-001 berhasil. Tanpa menunggu lama Ir-001 berjalan menuju ruangan selanjutnya, diikuti oleh agent lainnya.

“Angkuh,” gerutu Ir-001 disahut tawa oleh Ir-003.

“I think dia bakalan jadi leader kita nanti,” balas Ir-003.

“Kalau kita or dia bisa berhasil keluar hidup-hidup, Ir-003.”


Saat mereka memasuki ruangan kedua, lagi-lagi keenam agent dihadapkan dengan pintu lainnya. Namun ada yang berbeda di pintu itu, ada sebuah lingkaran seperti target.

“Again,” kata Ir-004.

“Giliran siapa kali ini,” timbal Ir-006 bertanya-tanya.

“I wish gak denger suara John lagi kali ini,” mohon Ir-002.

“Hai! I'm John.”

“Arghhhh.”

“Tugas kedua, tentukan yang mana pisau yang sebenarnya. Ir-003, dengan kemampuan menggunakan pisau bahkan pedang membuat saya kagum, izinkan saya melihatnya secara langung. Ada dua pisau di meja ....”

“Yang satunya palsu, satu lempar ke target satu untuk diri gue sendiri?” potong Ir-003.

“That's right,” balas John dari sistem yan ia gunakan untuk berkomunikasi dengan para agent irreguar.

“Template, ngebosenin cara lo ngebangun sebuah agent, you know bahasa gaulnya? Basi!” Tanpa menunggu lama Ir-003 melangkah dan mengambil kedua pisau yang ada di meja.

“Good luck!” seru Ir-004 menyemangati Ir-003.

“Thanks,” balasnya.

dalam satu lemparan satu pisau itu berhasil menancap, menandakan Ir-003 berhasil. Dan membuat pintu langsung terbuka.

Tanpa menunggu lama lagi, semua agent kembali memaski ruangan selanjutnya, lagi dan lagi terdapat pintu di sana, namun tampaknya para agent tidak lagi terkejut dengan hal itu.

Namun ada satu hal yang membuat mereka kebingungan, di atas meja tidak ada pistol ataupun pisau melainkan hanya ada selembar kertas.

“John, tumben suara lo gak ada?” tanya Ir-002.

“Bukannya itu bagus?”

“Ya, Ir-003, kelihatannya lo juga seneng gak ada suara dia.

“Of course!”

“Siapa yang bisa bahasa asing di sini?” tanya Ir-001 setelah melihat isi kertass di atas meja.

“Lemme see,” jawab Ir-004 seraya menghampiri Ir-001.

“Bahasa German yang artinya agent,” ucap Ir-004 memberi tau isi dari kertas itu.

Dengan otomatis pintu kembali terbuka, para agent seketika dibuat kagum.

“Wow, lo bisa berapa bahasa?” tanya Ir-005.

“I think ten? Lupa, sih.”


Ruangan kesekian yang mereka masukin, masih sama dengann pintu lainnya. Dan sebuah laptop di atas meja.

“I think it's my turn,” ucap Ir-005 dengan percaya diri.

Tanpa menunggu peerintah dari John, ia segera menyelesaikan tugas itu dengan kecerdasaannya. Hanya butuh sepuluh menit bagi Ir-005, menyelesaikan sebuah sistem bukan hal yang sullit bagi dirinya.

“Now i know,” ucap Ir-002. “Stop guys,” sambungnya menahan agar para agent tidak memasuki ruangan yang berikutnya.

“Why?”

“What?”

“Kenapa?”

“Ada apa?”

Para agent bertanya-tanya kebingungan.

“Kayaknya gue paham, deh. Tugas pertama gue sama Ir-001 dapat pistol dan itu sangat mirip dengan apa yang kita latih selama ini bahkan Y-1 and Y-2 sering latihan bersama,” jelasnya.

“Maksudnya, kenapa setiap tim dulu hanya satu yang selamat, mereka hanya mau satu orang dengan satu keahlian, tapi dari itu mereka mau yang benar-benar bisa menguasainya?” tanya Ir-001.

Sungguh agent lainnya masih kebingungan dengan apa yang dikatakan oleh Ir-002.

“Ya, Ir-003, sebelum ini selama bertahun-tahun lo fokus ke apa?”

“Senjata tajam, pembuatan senjata tajam dari bahan yang sederhana, kegunaan dan memanipulasi.”

“Ir-004?”

“I don't know, but, diantara kita bukan dari negara yang sama dulu. Dan, setiap bulannya kita ada kelas bahasa asing.”

“Ir-005?”

“Komputer and system.”

“That's! Paham?”

“Gue paham,” jawab Ir-001.

Keempat agent lainnya menjawab dengan anggukan.

“Ir-006, setelah ini giliran, lo, kira-kira lo bisa tebak apa?” Ir-001 bertanya kepada Ir-006 yang sedari tadi hanya diam.

Ir-006 tidak langsung menjawab, ia memilih untuk diam dan menunduk.

“Apa yang kalian pelajari di Y-6?” tambah Ir-002.

“Laboraturium, zat kimia, racun dan obat,” jawabnya tanpa menatap ke agent lainnya.

“Wait, kalo memang begitu, bagaimana dengan Y-8 sampai Y-10?” tanya Ir-003 penasaran.

“Menurut gue beberapa hal yang sama dengan kita, makanya mereka harus dibunuh,” jawab Ir-002 namun ia tidak yakin dengan jawabannya mendengar suaranya sedikit bergetar.

“How about Ir-007 yang sudah mati?” Giliran Ir-005 yang bertanya.

“Medis,” jawab Ir-006 membuat fokus para agent lainnya tertuju ada dirinya. “Gue pernah pelatihan sama mereka, mereka orang-orang hebat dalam hal medis, dan kita kehilangannya.”

“But, kita punya lo, kan Ir-006?”

“No Ir-001, laboraturium sama medis gak sama dalam beberapa hal, gue cuman bisa dalam zat-zat kimia dan berfokus pada pembuatan racun, gue gak hebat dalam menyembuhkan luka.”

“Tapi, zat kimia bisa membuat luka sembuh, Ir-006.”

“No Ir-003, tidak semuanya. Gue gak ahli dalam memegang pisau bedah, gue gak bisa mendiagnosis satu penyakit.”

Tanpa banyak bicara lagi, kini para agent berjalan ke ruangan berikutnya. Ada yang berbeda di ruangan itu, yang tadinya ruangan bernuansa hitam dan orange, kini berubah menjadi putih dengan beberapa perlengakapan laboraturium disana.

“Hai! I'm John.” Setelah beberapa saat kini suara Johnterdengar kembali, membuat beberapa agent menjadi jengkel dengan suara itu.

“Ada dua jarum suntikan di atas meja, Ir-006 dengan keahlian anda, saya yakin anda bisa membedakan antara racun dan cairan biasa. Maka dari itu suntikan cairan biasa ke tubuh salah satu agent lainnya agar pintu terbuka, good luck!”

“No.” Ir-006 menggeleng kuat, tubuhnya bergetar hebat, ia takut gagal jika ia gagal maka ia akan membunuh salah satu dari mereka.

“Suntikin ke gue.” Ir-001 maju menyerahkan dirinya.

“No!” Ir-006 menolak dengan tegas. “John. Biarkan saya melakukan hal ini ke diri saya sendiri!”

“Gue percaya, lo, yakin ke diri sendiri, Ir-006.”

“Gue gak yakin, racun itu bisa membuat lo terbunuh, Ir-001.”

“Do it,” tegas Ir-001.

Sedangkan agent lainnya hanya bungkam tanpa tau harus melakukan apa.

“I'll trust you, apapun yang terjadi,” ucap Ir-001 berusaha meyakinkan Ir-006.

Dengan ragu dan tangan yang bergetar Ir-006 mengambil jarum suntik yang ia yakin itu bukan racun.

“Sorry,” lirihnya sebelum menyuntikkan cairan itu ke dalam tubuh Ir-001.

“It's okay.”

Ir-006 telah menyuntikkan semua caira itu ke dalam tubuh Ir-001, selama dua menit Ir-001 tidak menunjukkan gejala apapun, dan pintupun terbuka.

“You did well,” puji Ir-001 dengan senyuman. Untuk pertama kali dirinya tersenyum.

“Good Job, Ir-006,” puji Ir-002 yang takjub dengan Ir-006.

Dengan langkah pasti keenam agent melangkah ke ruangan berikutnya. Dan boom. Ternyata semuanya sudah berakhir, namun sepertinya mereka baru akan memulai tugas atau misi yang sebenarnya.

Ada tujuh agent di hadapan mereka, agent yang mereka tau adalah agent regular, yang bertanggung jawab atas semua ini.

“Hai! I'm Travist,” sapa Travist. “Welcome.”

We're not a real team, it's a Competition

•—-Kompetisi bertahan hidup—-•


“Gue boleh masuk?” tanya Ir-004 ke Ir-002 yang baru saja membuka pintu istirahatnya.

Ir-002 tidak langsung menjawab, ia menatap Ir-004 dengan tatapan penuh pertanyaan.

“Mau ngapain?” tanyanya datar.

“Biar deket aja.”

Setelah berpikir sejenak Ir-002 akhirnya mengizinkan Ir-004 masuk ke dalam ruangannya.

“Wow,” seru Ir-004 takjub melihat isi ruangan Ir-002.

“What's problem?” tanya Ir-002 kebingungan.

“Ruangan serba hitam, tapi ada satu yang menonjol.” Tangan Ir-004 tertuju pada toples berisikan permen warna-warni. “Cuman permen itu yang punya warna.

“Well, hitam itu warna juga.”

“Ya, sih. Lo addict ya sama hitam?”

“Bisa dibilang begitu.”

“Gue kira ruangan kita bakalan sama semua, tapi ternyata beda.”

Ir-002 mengangguk paham, lalu ia duduk di sofa diikuti oleh Ir-004.

“Terkadang gue heran.”

“Heran kenapa?”

“Mereka memperlakukan kita layaknya manusia, tapi mereka membuat kita layaknya binatang buas yang tidak ada hati nurani.”

Ir-004 menoleh bersamaan dengan Ir-002 membuat netra mereka saling bertemu.

“Maksudnya?”

“Membunuh tanpa melihat siapa korbannya.”

Diam sejenak, lalu mereka saling melempar tawa.

“Bener juga,” jawab Ir-002 setuju dengan ucapan Ir-004 barusan.

“Btw ngapain lo kemari?” tanya Ir-002 penasaran apa tujuan Ir-004 tiba-tiba ke ruangannya.

“Cuman mau berteman aja,” jawabnya tenang. “Boleh, kan?”

“Ya boleh.”

Ir-004 tersenyum senang mendengar jawaban itu.

“Gue kira lo bakalan galak.”

“Gue gak galak sama cewek.”

Ir-004 mengerutkan keningnya kebingungan. “Maksudnya gimana tuh?”

“Karena gue suka cewek,” jawab Ir-002 dengan wajah yang serius.

Beberapa detik menjadi hening. Sampai Ir-002 tertawa merasa lucu apalagi saat melihat raut wajah Ir-004 yang tiba-tiba saja berubah.

“Just kidding,” ucapnya meluruskan. “Gue cewek jadi ngapain gue galak sama cewek.”

“Oh.” Ir-004 merasa lega mendengar jawaban itu.

“Kenapa lo takut?”

“Nggak sih, cuman ya gitu.”

“Ah! Sebenernya gue mau nanya, sih.”

“Nanya apa tuh?”

Ir-004 tidak langsung bertanya, ia bergeming sebentar.

“Now we are team right? Maksud gue, tim gak akan pernah saling mengkhianati satu sama lain, dan akan bertahan sampai akhir, ya kan?” tanya Ir-004 dengan suara kecil.

Ir-002 sedikit kebingungan dengan pertanyaan Ir-004, namun ia berusaha untuk memahaminya.

“Why?” tanya Ir-002. “Terjadi sesuatu?”

“Ya. Dulu waktu di Y-4 kita bersepuluh udah hidup layaknya tim, bahkan keluarga— tapi tiba-tiba satu-satu dari kita membunuh satu sama lain untuk bertahan hidup.”

“Lo ngelakuin itu, makanya lo ada di sini. Kalo lo menganggap dalam satu tim atau keluarga harus saling menyayangi, tidak membunuh satu sama lain, harusnya lo gak ada di sini. So, kenapa takut?”

Ir-004 menghela nafas kasar mendengar ucapan Ir-002 barusan, semua itu benar. Bilanglah dirinya egois, tapi itu bukan kehendak ia sepenuhnya.

“Gue gak akan ada di sini kalo bukan karena seseorang.”

“Maksudnya?”

“Do you have a friends?”

“Before this?”

“Ya.” Ir-004 mengangguk.

Ir-002 terdiam sejenak sebelum menjawab, “Menurut lo?”

“Nothing.”

“That's!” Ir-002 mengangguk membenarkan jawaban Ir-004.

“Dari digit angka lo, lo dari Y-2, kan? Saat latihan gabungan gue bisa lihat gimana ambis dan egoisnya kalian.”

Ir-002 tertawa mendengar perkataan Ir-004, semua yang ia katakan benar, tidak ada yang salah.

Sebelum ini, Irregular Agent berasal dari 10 tim yang terdiri dari tim Y-1 sampai Y-10. Masing-masing tim berisikan 10 orang, dari awal mereka berada di sana mereka selalu bersama.

Latihan bela diri, menembak, belajar komputer, medis dan lain-lainnya. Sebagian tim bisa beradaptasi menjadi sebuah keluarga. Namun tidak bagi tim Y-1 dan Y-2, keegoisan dan ambisi terlalu menggebu-gebu dibenak mereka.

“Tapi lo hebat bisa bertahan, gak kayak gue, bertahan karena orang,” lirih Ir-004 pelan.

“Gak semua orang terlihat seperti yang ada di mata, lo.”

“Lo tau? Seharusnya gue mati, tapi waktu itu yang harusnya dia ngebunuh gue, malah dia ngebunuh dirinya sendiri.”

“Lo ngerasa bersalah? Padahal lo gak kenal siapa dia? I mean, kita baru kenal di sini, bahkan kita gak ingat siapa kita sebelum ini. Bajingan bernama John itu menghapus semua ingatan kita,” ujar Ir-002.

“Jadi itu alasannya waktu 10 orang dari masing-masing tim dipersatukan, lo cuman diem? Untung lo gak kebunuh,” sambungnya. “Kalo gak kan sia-sia dia yang udah nyelamatin lo.”

Ir-004 hanya diam, bahkan hampir menangis saat kembali mengingat kejadian sebelum ini.

“Udah santai aja, ya? We are friends right now.”

Ir-004 mengangguk lalu ia berdiri dari sofa.

“Gue mau balik,” ucapnya lalu melangkah menuju pintu.

“But ....”

Langkah Ir-004 tertahan mendengar suara Ir-002.

“We're not a real team, because It's a competition,” ucapnya. “Kompetisi bertahan hidup.”

We're not a team, this is Competition

•—-Kompetisi bertahan hidup—-•


“Gue boleh masuk?” tanya Ir-004 ke Ir-002 yang baru saja membuka pintu istirahatnya.

Ir-002 tidak langsung menjawab, ia menatap Ir-004 dengan tatapan penuh pertanyaan.

“Mau ngapain?” tanyanya datar.

“Biar deket aja.”

Setelah berpikir sejenak Ir-002 akhirnya mengizinkan Ir-004 masuk ke dalam ruangannya.

“Wow,” seru Ir-004 takjub melihat isi ruangan Ir-002.

“What's problem?” tanya Ir-002 kebingungan.

“Ruangan serba hitam, tapi ada satu yang menonjol.” Tangan Ir-004 tertuju pada toples berisikan permen warna-warni. “Cuman permen itu yang punya warna.

“Well, hitam itu warna juga.”

“Ya, sih. Lo addict ya sama hitam?”

“Bisa dibilang begitu.”

“Gue kira ruangan kita bakalan sama semua, tapi ternyata beda.”

Ir-002 mengangguk paham, lalu ia duduk di sofa diikuti oleh Ir-004.

“Terkadang gue heran.”

“Heran kenapa?”

“Mereka memperlakukan kita layaknya manusia, tapi mereka membuat kita layaknya binatang buas yang tidak ada hati nurani.”

Ir-004 menoleh bersamaan dengan Ir-002 membuat netra mereka saling bertemu.

“Maksudnya?”

“Membunuh tanpa melihat siapa korbannya.”

Diam sejenak, lalu mereka saling melempar tawa.

“Bener juga,” jawab Ir-002 setuju dengan ucapan Ir-004 barusan.

“Btw ngapain lo kemari?” tanya Ir-002 penasaran apa tujuan Ir-004 tiba-tiba ke ruangannya.

“Cuman mau berteman aja,” jawabnya tenang. “Boleh, kan?”

“Ya boleh.”

Ir-004 tersenyum senang mendengar jawaban itu.

“Gue kira lo bakalan galak.”

“Gue gak galak sama cewek.”

Ir-004 mengerutkan keningnya kebingungan. “Maksudnya gimana tuh?”

“Karena gue suka cewek,” jawab Ir-002 dengan wajah yang serius.

Beberapa detik menjadi hening. Sampai Ir-002 tertawa merasa lucu apalagi saat melihat raut wajah Ir-004 yang tiba-tiba saja berubah.

“Just kidding,” ucapnya meluruskan. “Gue cewek jadi ngapain gue galak sama cewek.”

“Oh.” Ir-004 merasa lega mendengar jawaban itu.

“Kenapa lo takut?”

“Nggak sih, cuman ya gitu.”

“Ah! Sebenernya gue mau nanya, sih.”

“Nanya apa tuh?”

Ir-004 tidak langsung bertanya, ia bergeming sebentar.

“Now we are team right? Maksud gue, tim gak akan pernah saling mengkhianati satu sama lain, dan akan bertahan sampai akhir, ya kan?” tanya Ir-004 dengan suara kecil.

Ir-002 sedikit kebingungan dengan pertanyaan Ir-004, namun ia berusaha untuk memahaminya.

“Why?” tanya Ir-002. “Terjadi sesuatu?”

“Ya. Dulu waktu di Y-4 kita bersepuluh udah hidup layaknya tim, bahkan keluarga— tapi tiba-tiba satu-satu dari kita membunuh satu sama lain untuk bertahan hidup.”

“Lo ngelakuin itu, makanya lo ada di sini. Kalo lo menganggap dalam satu tim atau keluarga harus saling menyayangi, tidak membunuh satu sama lain, harusnya lo gak ada di sini. So, kenapa takut?”

Ir-004 menghela nafas kasar mendengar ucapan Ir-002 barusan, semua itu benar. Bilanglah dirinya egois, tapi itu bukan kehendak ia sepenuhnya.

“Gue gak akan ada di sini kalo bukan karena seseorang.”

“Maksudnya?”

“Do you have a friends?”

“Before this?”

“Ya.” Ir-004 mengangguk.

Ir-002 terdiam sejenak sebelum menjawab, “Menurut lo?”

“Nothing.”

“That's!” Ir-002 mengangguk membenarkan jawaban Ir-004.

“Dari digit angka lo, lo dari Y-2, kan? Saat latihan gabungan gue bisa lihat gimana ambis dan egoisnya kalian.”

Ir-002 tertawa mendengar perkataan Ir-004, semua yang ia katakan benar, tidak ada yang salah.

Sebelum ini, Irregular Agent berasal dari 10 tim yang terdiri dari tim Y-1 sampai Y-10. Masing-masing tim berisikan 10 orang, dari awal mereka berada di sana mereka selalu bersama.

Latihan bela diri, menembak, belajar komputer, medis dan lain-lainnya. Sebagian tim bisa beradaptasi menjadi sebuah keluarga. Namun tidak bagi tim Y-1 dan Y-2, keegoisan dan ambisi terlalu menggebu-gebu dibenak mereka.

“Tapi lo hebat bisa bertahan, gak kayak gue, bertahan karena orang,” lirih Ir-004 pelan.

“Gak semua orang terlihat seperti yang ada di mata, lo.”

“Lo tau? Seharusnya gue mati, tapi waktu itu yang harusnya dia ngebunuh gue, malah dia ngebunuh dirinya sendiri.”

“Lo ngerasa bersalah? Padahal lo gak kenal siapa dia? I mean, kita baru kenal di sini, bahkan kita gak ingat siapa kita sebelum ini. Bajingan bernama John itu menghapus semua ingatan kita,” ujar Ir-002.

“Jadi itu alasannya waktu 10 orang dari masing-masing tim dipersatukan, lo cuman diem? Untung lo gak kebunuh,” sambungnya. “Kalo gak kan sia-sia dia yang udah nyelamatin lo.”

Ir-004 hanya diam, bahkan hampir menangis saat kembali mengingat kejadian sebelum ini.

“Udah santai aja, ya? We are friends right now.”

Ir-004 mengangguk lalu ia berdiri dari sofa.

“Gue mau balik,” ucapnya lalu melangkah menuju pintu.

“But ....”

Langkah Ir-004 tertahan mendengar suara Ir-002.

“We're not a real team, because It's a competition,” ucapnya. “Kompetisi bertahan hidup.”

Seperti yang telah sistem jelaskan. Kini di ruang bawah tanah sudah berada tujuh agent irregular yang masih kehilangan kesadarannya.

Dimasing-masing leher mereka tersangkut sebuah kalung id-card, menunjukkan code nomor para agent.

Dimulai dari Ir-001 sampai Ir-006. Ada satu kalung yang terjatuh di lantai, tanpa ada pemiliknya.

Saat lampu dihidupkan satu persatu dari mereka membuka mata.

Ir-001 yang mendapatkan kesadarannya lebih awal, segera berdiri dan berjalan menghampiri pintu. Ia berusaha membuka pintu tersebut, namun sayangnya terkunci menggunakan gembok angka.

“Fuck!” umpatnya.

“Semua harus dilakukan dengan kerja sama tim,” ucap Ir-002 yang tiba-tiba berada di belakang Ir-001.

“Persetan dengan tim, tidak ada yang namanya tim di sini. Kita dibentuk hanya untuk membunuh!” Ir-001 masih berusaha untuk membuka pintu dan keluar dari sana.

Ir-002 yang merasa aneh dengan Ir-001 segera meninggalkannya. Matanya tertuju pada kalung id-card yang terletak tanpa pemilik.

Ia segera mengambilnya. “Ir-007, punya siapa?”

“Dia.” Ir-004 yang juga sudah mendapatkan kesadarannya menunjuk ke sudut ruangan.

Ir-002 menoleh ke arah Ir-004, awalnya ia terkejut karena mendapat seorang agent perempuan yang dapat bertahan selain dirinya. Lalu ia menoleh ke arah jari Ir-004.

“Bunuh diri?”

“Ya, dia dari tim tujuh. Awalnya selamat, tapi dia berbuat licik.”

“Maksudnya?”

“Saat kita dimasukkan ke mobil, gue dan dia sengaja nahan nafas agar tidak pingsan. Namun dengan bodohnya dia bunuh diri di sini.”

Ir-002 mengangguk paham, lalu ia melemparkan kalung id-card itu ke arah mayat Ir-007.

“Hebat juga, lo,” puji Ir-002 seraya menatap Ir-004.

“Gue gak akan di sini kalo bukan kar—”

Ucapan Ir-004 terpotong, karena mendengar suara berisik dari sound sistem.

“Fuck,” lirih mereka.

“Hai, i'm John.”

“John again, John again!” gerutu Ir-002 seakan-akan sudah muak dengan nama itu.

“You know, him?” tanya Ir-003 yang kini bergabung dengan Ir-002 dan Ir-004 diikuti oleh Ir-005 dan Ir-006.

“Who doesn't know, him?” Ir-002 bertanya balik. “Semua tau, setiap hari, detik, menit, hanya suara dia yang ada di kepala gue.”

Keempat agent lainnya tertawa kecil saat mendengar jawaban dari Ir-002.

“Selamat datang dan selamat bergabung di The Agent.” Suara John kembali terdengar membuat mereka semua diam.

“Kalianlah yang layak mendapatkan na Irregular Agent, selamat.”

“Mulai dari sekarang hiduplah sebagai tim dan keluarga. Saat kalian keluar dari sini, maka kalian akan mendapatkan kehidupan yang layak.”

“Stop! Sekarang kasih tau bagaimana cara keluar, bajingan!” teriak Ir-001 yang masih dengan amarahnya.

“Pintu akan terbuka dengan kerja sama tim. Setelah ini lihat pesan yang masuk ke handphone kalian. Gunakan informasi tersebut untuk keluar. Good luck, agent!”

Suara John menghilang sempurna.

Namun tiba-tiba ruangan itu dipenuhi dengan suara notifikasi yang sedikit berisik.

“What the fuck, cuman tujuh?” gerutu Ir-003. Ia segera berjalan menuju pintu dimana Ir-001 berada. “Sedangkan gembok ini butuh tiga angka lagi.”

Ir-001 mengambil alih gembok itu, ia memasukkan angka tujuh dan dua angka acak lainnya, namun sayangnya pintu itu tidak terbuka.

Keempat agent lainnya ikut bergabung ke pintu. Mereka berpikir keras dua angka lainnya. Beberapa kali percobaan, tetap saja gagal.

“Arghh, sial!” umpat Ir-001.

“Who hurt you, boy?” tanya Ir-004 merasa heran dengan Ir-001 yang terus menerus meneriaki amarahnya.

“Masukan tujuh,” kata Ir-004 yakin.

Gembok itu diambil alih oleh Ir-005, ia memasukkan dua digit angka tujuh, kini mereka membutuhkan satu angka lagi.

“Kenapa tujuh lagi?” tanya Ir-006 penasaran.

“Tujuh agent,” jawab Ir-004 singkat.

Ir-002 yang sedari tadi sedang melihat disekitar tiba-tiba ia menemukan sesuatu saat menatap mayat agent Ir-007.

“Masukan tujuh lagi,” titahnya.

Dengan cepat Ir-005 memasukkan angka tujuh terakhir. And boom! Mereka berhasil, pintu terbuka.

“Darimana angka tujuh?” tanya Ir-001.

“Nebak asal,” jawab Ir-002 seraya melangkah ke luar.

Keenam agent terkejut saat melihat keadaan luar. Yang tadinya terukir senyum di wajah mereka, kini senyum itu hilang.

Mereka menaruh ekspetasi melihat dunia luar dan akan bebas. Namun hal itu hanya kebohongan.

Setelah mereka keluar, mereka hanya melihat beberapa ruangan yang sama dengan beberapa robot yang berlalu-lalang.

“John anjir,” umpat Ir-004 kesal.

“Dia gak salah. Kita di sini sebagai agent, gak mungkin bebas,” kata Ir-006.

Suara berisik dari handphone mereka membuat keenam agent kembali fokus ke handphone milik mereka.

“What!”

Seperti yang telah sistem jelaskan. Kini di ruang bawah tanah sudah berada tujuh agent irregular yang masih kehilangan kesadarannya.

Dimasing-masing leher mereka tersangkut sebuah kalung id-card, menunjukkan code nomor para agent.

Dimulai dari Ir-001 sampai Ir-006. Ada satu kalung yang terjatuh di lantai, tanpa ada pemiliknya.

Saat lampu dihidupkan satu persatu dari mereka membuka mata.

Ir-001 yang mendapatkan kesadarannya lebih awal, segera berdiri dan berjalan menghampiri pintu. Ia berusaha membuka pintu tersebut, namun sayangnya terkunci menggunakan gembok angka.

“Fuck!” umpatnya.

“Semua harus dilakukan dengan kerja sama tim,” ucap Ir-002 yang tiba-tiba berada di belakang Ir-001.

“Persetan dengan tim, tidak ada yang namanya tim di sini. Kita dibentuk hanya untuk membunuh!” Ir-001 masih berusaha untuk membuka pintu dan keluar dari sana.

Ir-002 yang merasa aneh dengan Ir-001 segera meninggalkannya. Matanya tertuju pada kalung id-card yang terletak tanpa pemilik.

Ia segera mengambilnya. “Ir-007, punya siapa?”

“Dia.” Ir-004 yang juga sudah mendapatkan kesadarannya menunjuk ke sudut ruangan.

Ir-002 menoleh ke arah Ir-004, awalnya ia terkejut karena mendapat seorang agent perempuan yang dapat bertahan selain dirinya. Lalu ia menoleh ke arah jari Ir-004.

“Bunuh diri?”

“Ya, dia dari tim tujuh. Awalnya selamat, tapi dia berbuat licik.”

“Maksudnya?”

“Saat kita dimasukkan ke mobil, gue dan dia sengaja nahan nafas agar tidak pingsan. Namun dengan bodohnya dia bunuh diri di sini.”

Ir-002 mengangguk paham, lalu ia melemparkan kalung id-card itu ke arah mayat Ir-007.

“Hebat juga, lo,” puji Ir-002 seraya menatap Ir-004.

“Gue gak akan di sini kalo bukan kar—”

Ucapan Ir-004 terpotong, karena mendengar suara berisik dari sound sistem.

“Fuck,” lirih mereka.

“Hai, i'm John.”

“John again, John again!” gerutu Ir-002 seakan-akan sudah muak dengan nama itu.

“You know, him?” tanya Ir-003 yang kini bergabung dengan Ir-002 dan Ir-004 diikuti oleh Ir-005 dan Ir-006.

“Who doesn't know, him?” Ir-002 bertanya balik. “Semua tau, setiap hari, detik, menit, hanya suara dia yang ada di kepala gue.”

Keempat agent lainnya tertawa kecil saat mendengar jawaban dari Ir-002.

“Selamat datang dan selamat bergabung di The Agent.” Suara John kembali terdengar membuat mereka semua diam.

“Kalianlah yang layak mendapatkan na Irregular Agent, selamat.”

“Mulai dari sekarang hiduplah sebagai tim dan keluarga. Saat kalian keluar dari sini, maka kalian akan mendapatkan kehidupan yang layak.”

“Stop! Sekarang kasih tau bagaimana cara keluar, bajingan!” teriak Ir-001 yang masih dengan amarahnya.

“Pintu akan terbuka dengan kerja sama tim. Setelah ini lihat pesan yang masuk ke handphone kalian. Gunakan informasi tersebut untuk keluar. Good luck, agent!”

Suara John menghilang sempurna.

Namun tiba-tiba ruangan itu dipenuhi dengan suara notifikasi yang sedikit berisik.

“What the fuck, cuman tujuh?” gerutu Ir-003. Ia segera berjalan menuju pintu dimana Ir-001 berada. “Sedangkan gembok ini butuh tiga angka lagi.”

Ir-001 mengambil alih gembok itu, ia memasukkan angka tujuh dan dua angka acak lainnya, namun sayangnya pintu itu tidak terbuka.

Keempat agent lainnya ikut bergabung ke pintu. Mereka berpikir keras dua angka lainnya. Beberapa kali percobaan, tetap saja gagal.

“Arghh, sial!” umpat Ir-001.

“Who hurt you, boy?” tanya Ir-004 merasa heran dengan Ir-001 yang terus menerus meneriaki amarahnya.

“Masukan tujuh,” kata Ir-004 yakin.

Gembok itu diambil alih oleh Ir-005, ia memasukkan dua digit angka tujuh, kini mereka membutuhkan satu angka lagi.

“Kenapa tujuh lagi?” tanya Ir-006 penasaran.

“Tujuh agent,” jawab Ir-004 singkat.

Ir-002 yang sedari tadi sedang melihat disekitar tiba-tiba ia menemukan sesuatu saat menatap mayat agent Ir-007.

“Masukan tujuh lagi,” titahnya.

Dengan cepat Ir-005 memasukkan angka tujuh terakhir. And boom! Mereka berhasil, pintu terbuka.

“Darimana angka tujuh?” tanya Ir-001.

“Nebak asal,” jawab Ir-002 seraya melangkah ke luar.

Keenam agent terkejut saat melihat keadaan luar. Yang tadinya terukir senyum di wajah mereka, kini senyum itu hilang.

Mereka menaruh ekspetasi melihat dunia luar dan akan bebas. Namun hal itu hanya kebohongan.

Setelah mereka keluar, mereka hanya melihat beberapa ruangan yang sama dengan beberapa robot yang berlalu-lalang.

“John anjir,” umpat Ir-004 kesal.

“Dia gak salah. Kita di sini sebagai agent, gak mungkin bebas,” kata Ir-006.

Suara berisik dari handphone mereka membuat keenam agent kembali fokus ke handphone milik mereka.

“What!”

Kedelapan agent kini telah berkumpul di ruangan, dimana biasanya mereka berkumpul.

Ruangan yang dipenuhi dengan teknologi canggih dan modern, tidak lupa dengan persenjataan yang lengkap.

Mereka sudah berada di posisi masing-masing, dengan Johnny dan Travist yang memimpin mereka.

“Sekarang jelaskan, John,” tagih Raymond yang sudah tidak sabar untuk mengetahui apa rencana Johnny.

Johnny menyebarkan sebuah soft file kepada para agent.

“Semuanya ada disitu. Ringkasnya big bos mempunyai tujuan baru, yang saya sendiri tidak mengetahui apa itu,” kata Johnny mulai menjelaskan semuanya.

“Misi pertama yaitu satu minggu yang lalu, misi yang kita saksikan sendiri bagaimana para agent baru saling membunuh satu sama lain.”

“Itu yang dia sebut misi?” Simone memotong ucapan Johnny.

Johnny segera melempar tatapan ke Simone. Johnny sangat tidak suka jika ada orang yang memotong ucapannya, namun Simone tidak takut akan itu, mengingat dirinya lebih tua dari Johnny.

Johnny mengangkat sebelah alisnya. “Ya. Misi mempertemukan siapa yang layak untuk misi sebenarnya.”

“Misi apa itu?” Giliran Mark bertanya.

“Sepertinya kita biarkan Johnny menjelaskan terlebih dahulu,” ujar Travist merasa percakapan mereka sudah mulai berantakan, ia takut itu akan memancing amarah Johnny.

“Silahkan lanjut, Travist,” perintah Johnny.

Travist mengangguk, tanpa protes ia mengambil alih.

“Seperti yang tertera di file yang baru saja Johnny kirim, kita tidak tau jelas apa misi itu. Kecuali big bos telah memberi akses, maka sistem akan terbuka dan kita tau misi apa yang akan kita perintahkan ke para agent irregular,” jelas Travist dengan tenang. “Ada pertanyaan sampai sini?” tanyanya.

Semua agent mengangguk paham.

“Apa yang harus kita lakukan agar big bos memberi akses?” tanya Javas penasaran.

Travist menoleh ke Johnny seakan-akan memberi kode agar dirinya yang menjawab.

“Pastikan para agent irregular benar-benar layak untuk misi ini,” jawab Johnny.

“Caranya tertera pada file yang saya kirimkan tadi, silahkan dibaca.”

“how many agent survive,” tanya Johnny.

“Seven,” jawab Travist.

“Good.”

“Seven agent.”

“Apa kita akan bebas?” tanya Yuki yang sedang fokus dengan game di laptopnya.

Keenam agent lain yang berada di ruangan yang sama, serentak menoleh menatap Johnny.

“Regular Agent akan tetap bersama.”

Regular agent (search)

███████

0%

▓▓█████

35%

▓▓▓▓▓▓█

90%

▓▓▓▓▓▓▓

Search Complete

Who are they

Dibentuk ilegal dibawah tanggung jawab “big bos.” Tanpa ada satupun dari mereka yang mengetahui siapa orang dibalik big bos.

Penculikan, perdagangan manusia, pasar gelap, penjualan organ tubuh ilegal, penipuan, penipuan.

Hanya itu yang mereka lakukan dari dulu sampai sekarang.

Read more

Ups! Something wrong, you can't open this file.

Next

▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭

□□□□□0%

■□□□□20%

■■□□□40%

■■■□□60%

■■■■□80%

■■■■■100%

[ Files open ]

File locked 🔐

You have to complete the mission

Next

Skip

“how many agent survive,” tanya Johnny.

“Seven,” jawab Travist.

“Good.”

“Seven agent.”

“Apa kita akan bebas?” tanya Yuki yang sedang fokus dengan game di laptopnya.

Keenam agent lain yang berada di ruangan yang sama, serentak menoleh menatap Johnny.

“Regular Agent akan tetap bersama.”

Regular agent (search)

███████

0%

▓▓█████

35%

▓▓▓▓▓▓█

90%

▓▓▓▓▓▓▓

Search Complete

Who are they

Dibentuk ilegal dibawah tanggung jawab “big bos.” Tanpa ada satupun dari mereka yang mengetahui siapa orang dibalik big bos.

Penculikan, perdagangan manusia, pasar gelap, penjualan organ tubuh ilegal, penipuan, penipuan.

Hanya itu yang mereka lakukan dari dulu sampai sekarang.

Read more

Ups! Something wrong, you can't open this file.

Next

▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭▬▭