“Masuk dulu kak?” Tawar Nasya ke Malvin yang baru saja tiba.
Malvin menggeleng. “Langsung aja Ca,” Jawabnya.
“Buru-buru amat bro, kenalan dulu sini.” Tiba-tiba Athaya muncul dari balik pintu membuat Malvin kaget.
“Athaya, abangnya Nasya,” Ucap Athaya memperkenalkan diri seraya menjulurkan tangannya.
Malvin dengan segera menjabat tangan Athaya seraya melemparkan senyuman seramah mungkin. “Malvin bang, kakelnya Nasya,” ujar Malvin memperkenalkan diri kembali.
“Kakel atau kakel nih,” Goda Athaya.
Dengan segera Nasya mencubit pinggang Athaya membuat Athaya meringis kesakitan.
“Gak boleh nakal ya Abang!” Ucap Nasya seraya memanyunkan bibirnya.
“Yaudah sana buatin minum dulu buat kakelnya,” suruh Athaya seraya menekankan kata 'kakel'
Selagi Nasya membuatkan minuman untuk Malvin, Malvin di ajak bicara oleh Athaya.
Menurut Malvin bukan bicara namun lebih ke arah sedang di ospek.
“Inget kata-kata gue,” ucap Athaya dengan tegas.
Malvin mengangguk. “Siap bang,” Jawabnya.
“Kak Malvin,” panggil Nasya membuat Malvin dan Athaya menatap Nasya.
“Kak Malvin mau minum apa? Tadi Nasya lupa,” Lanjutnya.
“Gak usah Ca, langsung aja gimana?” Tawar Malvin.
Nasya menatap Athaya sebentar, lalu Athaya mengangguk seakan-akan memberi izin ke Nasya.
“Yaudah sebentar Nasya mau ambil tas dulu.”
Setelah berpamitan dengan Athaya, Nasya dan Malvin segera pergi jalan menggunakan mobil yang di kendarai oleh Malvin.
Kini mereka berdua ada di mobil, menikmati jalanan kota yang ramai dan juga suara radio yang mengisi keheningan di antara mereka.
“Kak Malvin tadi panggil Nasya apa? Ca?” Tanya Nasya membuka obrolan.
Malvin sedikit menolehkan kepalanya menatap Nasya.
“Caca, kalo Nasya kepanjangan,” Jawab Malvin.
Mulut Nasya membuat o sempurna. “Nasya punya nama panggilan khusus yeayyyy!” Seru Nasya kegirangan.
Malvin terkekeh melihat tingkah imut nan polos gadis yang ada di sampingnya.
“Kita kemana Ca?” Tanya Malvin.
“Kak Malvin nyetir aja, nanti kalo Nasya suruh belok kak Malvin belok, biar Nasya yang jadi google maps nya,” Jawab Nasya dengan santai.
Lagi-lagi Malvin terkekeh. “Emang bisa?” Tanya Malvin memastikan.
“Bisa dong!” Seru Nasya. “Nasya pastikan kita gak kesasar,” Sambungnya.
Malvin tidak keberatan sama sekali jika memang kesasar sampe kemanapun, asal itu bersama gadis polos ceria yang ada di sampingnya sekarang.
“Gramedia?” Mobil Malvin tepat terparkir di depan Gramedia besar di kota itu.
“Yup! Kak Malvin gak boleh protes ya.”
Malvin menatap mata Nasya lalu dengan mudah tangannya mengacak-acak rambut Nasya.
“Enggak cantik,” Jawabnya. “Ayok turun,” Ajak Malvin.
Nasya terdiam mematung karena perbuatan Malvin. Kini dadanya berdegup dengan sangat kencang.
“A-ayok,” Jawab Nasya pelan karena malu.
Malvin dan Nasya berjalan berbarengan namun dengan kondisi hening. Nasya sedari tadi menggenggam erat tali tas nya karena sekarang ia sangat gugup.
“Oh itu!” Seru Nasya seraya menunjuk rak buku yang berada tidak jauh dari mereka.
Malvin berjalan mengikuti kemanapun Nasya mengajaknya. Sesungguhnya ia sangat benci tempat ini, tapi karena Nasya yang ngajak ia tidak mau menolaknya.
Heleh bucin law( ̄ヘ ̄;)
“Music.” Malvin membaca tulisan yang ada di atas rak buku di mana mereka berada.
“Nih kak,” tunjuk Nasya.
Nasya menunjukkan sebuah buku yang berjudul 'mahir bermain piano'
“Mau beli itu?” Tanya Malvin sedikit kebingungan.
Nasya menggeleng. “Buat kakak,” Jawab Nasya.
Malvin sedikit shock dan kebingungan.
“Mulai hari ini, Nasya yang akan jadi guru piano kakak! Jadi kakak jangan khawatir kalo ketemu guru galak yang di suruh papa kakak, soalnya sekarang ada Nasya,” Lanjutnya.
Malvin sedikit shock dengan penuturan Nasya, namun ia sama sekali tidak keberatan jika memang Nasya ingin mengajarkannya.
Nasya kembali menyusuri buku-buku yang tersusun rapi di rak di depan dirinya di ikuti oleh Malvin di belakang.
Tuk
Tidak sengaja Nasya menjatuhkan sebuah buku. Ketika hendak mengambil buku tersebut ada sebuah tangan di depan dirinya yang juga ikut mengambil buku itu.
“Nasya!”
“Zarra!”
Nasya melihat ke belakang Zarra di sana ada kak Naren. Dan begitupun dengan Zarra yang melihat ke belakang Nasya, ia sedikit keheranan melihat Malvin di sana.
Mereka bangkit berbarengan dengan buku yang jatuh tadi di tangan Nasya.
“Sini,” Ucap Zarra seraya menarik tangan Nasya menjauh dari Malvin dan Narendra.
“Kok lo bisa sama Malvin?”
“Kok Zarra bisa sama kak Naren?” Tanya Nasya tak kalah ngotot.
Zarra menghela nafas panjang. “Kak Naren gak jahat,” Jawabnya.
“Kak Malvin juga gak jahat,” Jawab Nasya.
Namun Zarra seperti mempunyai dendam pribadi dengan Malvin, ia tidak suka sahabatnya jalan dengan lelaki tersebut.
“Tapi hati-hati ya?”
Nasya mengangguk. “Iya Zarra!”
Nasya dan Zarra kembali lagi ke Malvin dan Naren. Hawa dingin terasa di antara mereka berdua. Malvin menatap tajam ke arah Naren seperti tidak suka dengan dirinya.
“Hai kak Naren,” Sapa Nasya.
Naren tersenyum ramah mendengar sapaan Nasya. “Hai Nasya,” Jawabnya.
“Itu pacar lo?” Tanya Naren seraya menatap Malvin.
“Buk-”
“Iya gue pacar Nasya,” jawab Malvin memotong ucapan Nasya.
“Udah?” Tanya Malvin ke Nasya.
Nasya menatap Malvin kebingungan. “Ka-”
“Ayok.” Malvin menarik Nasya pergi dari sana meninggalkan Naren dan juga Zarra.
Mereka berdua selesai membayar buku yang di ambil oleh Nasya tadi. Nasya masih menatap kesal ke Malvin.
“Kakak kok bilang gitu sih? Kan kita gak pacaran,” Protes Nasya tidak terima.
“Yaudah ayok pacaran,” Kata Malvin dengan mudahnya.
Namun Nasya tidak menjawab ajakan Malvin ia malah meninggalkan Malvin di sana dan berjalan menuju ke mobil.
