Panglimakun

  • mengucapkan kata maaf bukan berarti salah

Sudah 3 hari Nasya mengurung dirinya di dalam kamar. Terkurung dalam perasaan bersalah yang teramat dalam.

Entah apa yang membuat Nasya seperti ini. Nasya takut, jika suatu saat dia akan terkena hukuman oleh Tuhan karena telah berbuat salah.

“Nasya buka pintunya.” Gadis polos itu tidak menghiraukan suara dari luar pintu kamarnya.

“Ini Zarra, gue mau ngasih tau sesuatu.” Ternyata yang memanggil dirinya adalah Zarra.

Nasya terbangun lalu membukakan pintu untuk Zarra, namun dengan cepat ketika Zarra sudah di tarik masuk oleh dirinya, Nasya segera menutup pintu kamarnya, dan tidak lupa ia menguncinya.

Zarra menatap sahabatnya itu dengan perasaan yang kacau. Ia sangat merasa bersalah.

Zarra memeluk Nasya erat-erat dan tentu membuat Nasya kaget.

“Udah ya, lo gak salah,” ucap Zarra dengan tangisan.

Nasya menggeleng. “Nasya mau minta maaf sama kak Malvin,” Jawab Nasya seraya melepaskan pelukan Zarra.

“Lo gak salah Nasya, lo gak harus minta maaf.” Nada bicara Zarra sedikit meninggi membuat Nasya sedikit kesal.

Zarra menghela nafas lalu ia menatap sahabatnya itu dengan tajam.

“Minta maaf bukan berarti salah Zarra, Nasya hanya ingin memperbaiki suasana.” Air mata berhasil lolos dari mata Nasya.

Ia sangat menyesal atas perbuatannya terhadap Malvin. Nasya sudah jatuh ke Malvin.

Dulu ia sangat membenci lelaki bahkan ayahnya sendiri. Karena Nasya adalah korban pelecehan, namun Tuhan melindungi anak baik ini, Nasya selamat walaupun ia harus memulihkan kesehatan mentalnya beberapa tahun.

Saat ia menatap Malvin, ia dapat merasakan kenyamanan dan keamanan di sana. Nasya ingin melupakan semua masa lalu kelamnya, lalu jatuh cinta seperti remaja lainnya.

“Kenapa Tuhan jahat sama Nasya,” ucap Nasya tersedu-sedu. “Nasya bukan anak nakal,” lanjutnya.

Zarra kembali memeluk Nasya, pelukan hangat menyampaikan rasa sayang dirinya terhadap sahabat satu-satunya.

Zarra berjanji, ia tidak akan melakukan hal bodoh lainnya lagi terhadap Nasya. Ia menyesali perbuatannya. Ia akan menghukum dirinya sendiri, dengan menerima semua kenyataan pahit yang akan menimpanya nanti.

  • – mengucapkan kata maaf bukan berarti salah

Sudah 3 hari Nasya mengurung dirinya di dalam kamar. Terkurung dalam perasaan bersalah yang teramat dalam.

Entah apa yang membuat Nasya seperti ini. Nasya takut, jika suatu saat dia akan terkena hukuman oleh Tuhan karena telah berbuat salah.

“Nasya buka pintunya.” Gadis polos itu tidak menghiraukan suara dari luar pintu kamarnya.

“Ini Zarra, gue mau ngasih tau sesuatu.” Ternyata yang memanggil dirinya adalah Zarra.

Nasya terbangun lalu membukakan pintu untuk Zarra, namun dengan cepat ketika Zarra sudah di tarik masuk oleh dirinya, Nasya segera menutup pintu kamarnya, dan tidak lupa ia menguncinya.

Zarra menatap sahabatnya itu dengan perasaan yang kacau. Ia sangat merasa bersalah.

Zarra memeluk Nasya erat-erat dan tentu membuat Nasya kaget.

“Udah ya, lo gak salah,” ucap Zarra dengan tangisan.

Nasya menggeleng. “Nasya mau minta maaf sama kak Malvin,” Jawab Nasya seraya melepaskan pelukan Zarra.

“Lo gak salah Nasya, lo gak harus minta maaf.” Nada bicara Zarra sedikit meninggi membuat Nasya sedikit kesal.

Zarra menghela nafas lalu ia menatap sahabatnya itu dengan tajam.

“Minta maaf bukan berarti salah Zarra, Nasya hanya ingin memperbaiki suasana.” Air mata berhasil lolos dari mata Nasya.

Ia sangat menyesal atas perbuatannya terhadap Malvin. Nasya sudah jatuh ke Malvin.

Dulu ia sangat membenci lelaki bahkan ayahnya sendiri. Karena Nasya adalah korban pelecehan, namun Tuhan melindungi anak baik ini, Nasya selamat walaupun ia harus memulihkan kesehatan mentalnya beberapa tahun.

Saat ia menatap Malvin, ia dapat merasakan kenyamanan dan keamanan di sana. Nasya ingin melupakan semua masa lalu kelamnya, lalu jatuh cinta seperti remaja lainnya.

“Kenapa Tuhan jahat sama Nasya,” ucap Nasya tersedu-sedu. “Nasya bukan anak nakal,” lanjutnya.

Zarra kembali memeluk Nasya, pelukan hangat menyampaikan rasa sayang dirinya terhadap sahabat satu-satunya.

Zarra berjanji, ia tidak akan melakukan hal bodoh lainnya lagi terhadap Nasya. Ia menyesali perbuatannya. Ia akan menghukum dirinya sendiri, dengan menerima semua kenyataan pahit yang akan menimpanya nanti.

  • Nasya takut kak Malvin kecewa

Sesuai perintah dari nomor anonymous yang masuk ke hp Nasya yang mengaku bahwa dirinya adalah Malvin.

Nasya diam-diam keluar dari rumah di tengah malam untuk mendatangi Malvin.

Namun sesampainya di tempat tersebut yang merupakan sebuah taman, Nasya tidak dapat menemukan sesosok Nasya di sana.

“Kak Malvin dimana ya?” Monolog Nasya pada dirinya sendiri.

Nasya terus menerus melihat ke sekitar, tanpa di sadari jam tangan yang di pakai Nasya menunjukkan jam 11 malam.

“Nasya takut kak Malvin kecewa,” Ucap Nasya dengan perasaan tidak enak.

Tiba-tiba saja hujan deras turun membasahi tanah, dan juga Nasya.

Di taman tersebut tidak ada tempat berteduh, satu-satu persatu orang yang ada di sana beranjak pergi, namun tidak dengan Nasya. Nasya masih setia menunggu Malvin.

Tubuh Nasya bergetar akibat dinginnya angin malam beserta hujan yang menyelimuti dirinya.

“Kak Malvin marah banget ya sama Nasya?”

“Maafin Nasya kak.”

Nasya hendak mengambil handphone, namun dia teringan bahwa dia tidak membawanya.

Nasya menangis, namun air matanya bercampur dengan air hujan yang terus menerus membasahi dirinya.

“Maafin Nasya,” lirih Nasya menyesali perbuatannya.

Perbuatan yang menurutnya itu sangat salah.

“Nasya!” Suara perempuan dengan keras memanggil nama Nasya.

Tentu saja suara tersebut menarik perhatian Nasya.

“Bunda.” Nasya bisa melihat Bunda Novi berlari menghampiri dirinya.

Bunda Novi berlari menghampiri Nasya yang sedang duduk di taman sendirian di tengah hujan lebat.

“Nasya sayang, kamu ngapain hujan-hujanan nak,” Ucap bunda seraya memeluk Nasya erat-erat.

Nasya menangis tersedu-sedu di pelukan ibundanya. Ia tidak bisa berbicara, rasa sakit di hatinya menguasai dirinya sekarang.

“Bunda,” Lirih Nasya.

Bunda Novi perlahan membawa anaknya jalan ke arah mobil, dimana Athaya dan juga Zarra berada di sana.

“Nasya lo gpp?” Tanya Zarra dengan nada khawatir melihat keadaan Nasya yang basah kuyup.

“Atha langsung ke rumah ya, biar Nasya bersih-bersih.” Athaya segera menjalankan mobilnya dengan cepat.

Nasya menceritakan semuanya ke Bunda dan juga Zarra. Bahwa Malvin tadi mengajaknya ketemuan tapi melalui nomor lain.

Mendengar hal itu Athaya sedikit curiga, tidak mungkin Malvin melakukan hal itu, mengingat bahwa Athaya pernah mengecam Malvin.

  • Nasya takut kak Malvin kecewa -

Sesuai perintah dari nomor anonymous yang masuk ke hp Nasya yang mengaku bahwa dirinya adalah Malvin.

Nasya diam-diam keluar dari rumah di tengah malam untuk mendatangi Malvin.

Namun sesampainya di tempat tersebut yang merupakan sebuah taman, Nasya tidak dapat menemukan sesosok Nasya di sana.

“Kak Malvin dimana ya?” Monolog Nasya pada dirinya sendiri.

Nasya terus menerus melihat ke sekitar, tanpa di sadari jam tangan yang di pakai Nasya menunjukkan jam 11 malam.

“Nasya takut kak Malvin kecewa,” Ucap Nasya dengan perasaan tidak enak.

Tiba-tiba saja hujan deras turun membasahi tanah, dan juga Nasya.

Di taman tersebut tidak ada tempat berteduh, satu-satu persatu orang yang ada di sana beranjak pergi, namun tidak dengan Nasya. Nasya masih setia menunggu Malvin.

Tubuh Nasya bergetar akibat dinginnya angin malam beserta hujan yang menyelimuti dirinya.

“Kak Malvin marah banget ya sama Nasya?”

“Maafin Nasya kak.”

Nasya hendak mengambil handphone, namun dia teringan bahwa dia tidak membawanya.

Nasya menangis, namun air matanya bercampur dengan air hujan yang terus menerus membasahi dirinya.

“Maafin Nasya,” lirih Nasya menyesali perbuatannya.

Perbuatan yang menurutnya itu sangat salah.

“Nasya!” Suara perempuan dengan keras memanggil nama Nasya.

Tentu saja suara tersebut menarik perhatian Nasya.

“Bunda.” Nasya bisa melihat Bunda Novi berlari menghampiri dirinya.

Bunda Novi berlari menghampiri Nasya yang sedang duduk di taman sendirian di tengah hujan lebat.

“Nasya sayang, kamu ngapain hujan-hujanan nak,” Ucap bunda seraya memeluk Nasya erat-erat.

Nasya menangis tersedu-sedu di pelukan ibundanya. Ia tidak bisa berbicara, rasa sakit di hatinya menguasai dirinya sekarang.

“Bunda,” Lirih Nasya.

Bunda Novi perlahan membawa anaknya jalan ke arah mobil, dimana Athaya dan juga Zarra berada di sana.

“Nasya lo gpp?” Tanya Zarra dengan nada khawatir melihat keadaan Nasya yang basah kuyup.

“Atha langsung ke rumah ya, biar Nasya bersih-bersih.” Athaya segera menjalankan mobilnya dengan cepat.

Nasya menceritakan semuanya ke Bunda dan juga Zarra. Bahwa Malvin tadi mengajaknya ketemuan tapi melalui nomor lain.

Mendengar hal itu Athaya sedikit curiga, tidak mungkin Malvin melakukan hal itu, mengingat bahwa Athaya pernah mengecam Malvin.

Suasana ruang kelas kini sedang ricuh karena waktu sudah menunjukkan jam pulang.

“Zarra!” Panggil seorang siswi. “Naren tuh,” lanjutnya seraya menunjuk Naren yang berjalan menuju ruang kelas mereka.

Zarra tersenyum malu melihat Naren, ia hendak menyapa Naren namun sayangnya Naren bukan menghampiri Zarra.

“Nasya, hari ini gak lupa latihan kan?” Tanya Naren setiba di depan meja Nasya.

Nasya yang sedang sibuk memasuki buku-bukunya sedikit terkejut atas kedatangan Naren.

“Ahh iya kak!” Sebentar,” Jawab Nasya seraya terburu-buru memasuki semua alat-alat tulisnya.

“Ayok,” Ajak Naren.

Naren duluan keluar dari kelas di ikuti oleh Nasya.

“Zarra! Zarra mau ikut latihan nemenin Nas-” bukannya menjawab pertanyaan Nasya, Zarra dengan segera keluar dari kelas. Bahkan ia sempat menabrak bahu Nasya

Nasya tidak paham dengan tingkah Zarra, dari kemarin sepertinya Zarra sedang sensitif dengan dirinya.

Tanpa berpikir panjang Nasya segera menghampiri Naren yang sudah duluan jalan. Namun sayang ketika baru keluar dari kelas tangan Nasya di tarik oleh seseorang.

“Kak Malvin.” Nasya tersentak kaget karena tangannya di tahan oleh Malvin.

“Pulang bareng,” Ajak Malvin tegas.

Nasya hendak menjawab, namun tangan sebelahnya lagi di pegang oleh Naren.

“Nasya ada jadwal latihan sama gue,” Kata Naren seraya berusaha menarik tangan Nasya.

Namun Malvin tidak menerima hal itu, ia juga menarik tangan Nasya, membuat Nasya tertarik ke kanan dan ke kiri.

“Gue gak peduli.”

Nasya yang merasa pusing dengan kuat ia menepis tangan Malvin. Tentu saja hal tersebut membuat Malvin tidak terima.

“Kak, Nasya ada latihan. Kakak duluan aja ya, bye! Hati-hati kak.” Dengan segera Nasya menarik tangan Naren menjauh dari sana.

Naren tersenyum seakan-akan mengejek Malvin, Malvin yang tidak terima ia mengepalkan tangannya kuat-kuat.


“Ahh maaf,” ucap Nasya seraya menarik tangannya dari tangan Naren.

Naren tersenyum. “Gpp, yuk,” Ajak Naren.

Mereka pun berjalan menuju ruangan dimana biasa Naren latihan.

Di ruangan latihan sudah ada seorang murid cewe dan juga guru laki-laki tua.

“Ini Devi, kakel kamu sya,” ucap Naren memperkenalkan Devi.

“Dan yang ini pak Nuzul, guru BK sekaligus pelatih dan pembimbing kita.”

Nasya memperkenalkan dirinya ke Devi dan juga pak Nuzul. Setelah sesi perkenalan diri lalu mereka segera membahas tentang event yang akan mereka Ikutin.

“Masuk dulu kak?” Tawar Nasya ke Malvin yang baru saja tiba.

Malvin menggeleng. “Langsung aja Ca,” Jawabnya.

“Buru-buru amat bro, kenalan dulu sini.” Tiba-tiba Athaya muncul dari balik pintu membuat Malvin kaget.

“Athaya, abangnya Nasya,” Ucap Athaya memperkenalkan diri seraya menjulurkan tangannya.

Malvin dengan segera menjabat tangan Athaya seraya melemparkan senyuman seramah mungkin. “Malvin bang, kakelnya Nasya,” ujar Malvin memperkenalkan diri kembali.

“Kakel atau kakel nih,” Goda Athaya.

Dengan segera Nasya mencubit pinggang Athaya membuat Athaya meringis kesakitan.

“Gak boleh nakal ya Abang!” Ucap Nasya seraya memanyunkan bibirnya.

“Yaudah sana buatin minum dulu buat kakelnya,” suruh Athaya seraya menekankan kata 'kakel'

Selagi Nasya membuatkan minuman untuk Malvin, Malvin di ajak bicara oleh Athaya.

Menurut Malvin bukan bicara namun lebih ke arah sedang di ospek.

“Inget kata-kata gue,” ucap Athaya dengan tegas.

Malvin mengangguk. “Siap bang,” Jawabnya.

“Kak Malvin,” panggil Nasya membuat Malvin dan Athaya menatap Nasya.

“Kak Malvin mau minum apa? Tadi Nasya lupa,” Lanjutnya.

“Gak usah Ca, langsung aja gimana?” Tawar Malvin.

Nasya menatap Athaya sebentar, lalu Athaya mengangguk seakan-akan memberi izin ke Nasya.

“Yaudah sebentar Nasya mau ambil tas dulu.”


Setelah berpamitan dengan Athaya, Nasya dan Malvin segera pergi jalan menggunakan mobil yang di kendarai oleh Malvin.

Kini mereka berdua ada di mobil, menikmati jalanan kota yang ramai dan juga suara radio yang mengisi keheningan di antara mereka.

“Kak Malvin tadi panggil Nasya apa? Ca?” Tanya Nasya membuka obrolan.

Malvin sedikit menolehkan kepalanya menatap Nasya.

“Caca, kalo Nasya kepanjangan,” Jawab Malvin.

Mulut Nasya membuat o sempurna. “Nasya punya nama panggilan khusus yeayyyy!” Seru Nasya kegirangan.

Malvin terkekeh melihat tingkah imut nan polos gadis yang ada di sampingnya.

“Kita kemana Ca?” Tanya Malvin.

“Kak Malvin nyetir aja, nanti kalo Nasya suruh belok kak Malvin belok, biar Nasya yang jadi google maps nya,” Jawab Nasya dengan santai.

Lagi-lagi Malvin terkekeh. “Emang bisa?” Tanya Malvin memastikan.

“Bisa dong!” Seru Nasya. “Nasya pastikan kita gak kesasar,” Sambungnya.

Malvin tidak keberatan sama sekali jika memang kesasar sampe kemanapun, asal itu bersama gadis polos ceria yang ada di sampingnya sekarang.


“Gramedia?” Mobil Malvin tepat terparkir di depan Gramedia besar di kota itu.

“Yup! Kak Malvin gak boleh protes ya.”

Malvin menatap mata Nasya lalu dengan mudah tangannya mengacak-acak rambut Nasya.

“Enggak cantik,” Jawabnya. “Ayok turun,” Ajak Malvin.

Nasya terdiam mematung karena perbuatan Malvin. Kini dadanya berdegup dengan sangat kencang.

“A-ayok,” Jawab Nasya pelan karena malu.


Malvin dan Nasya berjalan berbarengan namun dengan kondisi hening. Nasya sedari tadi menggenggam erat tali tas nya karena sekarang ia sangat gugup.

“Oh itu!” Seru Nasya seraya menunjuk rak buku yang berada tidak jauh dari mereka.

Malvin berjalan mengikuti kemanapun Nasya mengajaknya. Sesungguhnya ia sangat benci tempat ini, tapi karena Nasya yang ngajak ia tidak mau menolaknya.

Heleh bucin law( ̄ヘ ̄;)

“Music.” Malvin membaca tulisan yang ada di atas rak buku di mana mereka berada.

“Nih kak,” tunjuk Nasya.

Nasya menunjukkan sebuah buku yang berjudul 'mahir bermain piano'

“Mau beli itu?” Tanya Malvin sedikit kebingungan.

Nasya menggeleng. “Buat kakak,” Jawab Nasya.

Malvin sedikit shock dan kebingungan.

“Mulai hari ini, Nasya yang akan jadi guru piano kakak! Jadi kakak jangan khawatir kalo ketemu guru galak yang di suruh papa kakak, soalnya sekarang ada Nasya,” Lanjutnya.

Malvin sedikit shock dengan penuturan Nasya, namun ia sama sekali tidak keberatan jika memang Nasya ingin mengajarkannya.

Nasya kembali menyusuri buku-buku yang tersusun rapi di rak di depan dirinya di ikuti oleh Malvin di belakang.

Tuk

Tidak sengaja Nasya menjatuhkan sebuah buku. Ketika hendak mengambil buku tersebut ada sebuah tangan di depan dirinya yang juga ikut mengambil buku itu.

“Nasya!”

“Zarra!”

Nasya melihat ke belakang Zarra di sana ada kak Naren. Dan begitupun dengan Zarra yang melihat ke belakang Nasya, ia sedikit keheranan melihat Malvin di sana.

Mereka bangkit berbarengan dengan buku yang jatuh tadi di tangan Nasya.

“Sini,” Ucap Zarra seraya menarik tangan Nasya menjauh dari Malvin dan Narendra.

“Kok lo bisa sama Malvin?”

“Kok Zarra bisa sama kak Naren?” Tanya Nasya tak kalah ngotot.

Zarra menghela nafas panjang. “Kak Naren gak jahat,” Jawabnya.

“Kak Malvin juga gak jahat,” Jawab Nasya.

Namun Zarra seperti mempunyai dendam pribadi dengan Malvin, ia tidak suka sahabatnya jalan dengan lelaki tersebut.

“Tapi hati-hati ya?”

Nasya mengangguk. “Iya Zarra!”

Nasya dan Zarra kembali lagi ke Malvin dan Naren. Hawa dingin terasa di antara mereka berdua. Malvin menatap tajam ke arah Naren seperti tidak suka dengan dirinya.

“Hai kak Naren,” Sapa Nasya.

Naren tersenyum ramah mendengar sapaan Nasya. “Hai Nasya,” Jawabnya.

“Itu pacar lo?” Tanya Naren seraya menatap Malvin.

“Buk-”

“Iya gue pacar Nasya,” jawab Malvin memotong ucapan Nasya.

“Udah?” Tanya Malvin ke Nasya.

Nasya menatap Malvin kebingungan. “Ka-”

“Ayok.” Malvin menarik Nasya pergi dari sana meninggalkan Naren dan juga Zarra.

Mereka berdua selesai membayar buku yang di ambil oleh Nasya tadi. Nasya masih menatap kesal ke Malvin.

“Kakak kok bilang gitu sih? Kan kita gak pacaran,” Protes Nasya tidak terima.

“Yaudah ayok pacaran,” Kata Malvin dengan mudahnya.

Namun Nasya tidak menjawab ajakan Malvin ia malah meninggalkan Malvin di sana dan berjalan menuju ke mobil.


Bnnnn

Malvin menjalankan motornya menuju rumah Nasya. Setelah beberapa menit mengumpulkan nyali dan juga menguburkan rasa malunya. Akhirnya ia memutuskan untuk menjemput baby honey nya alias Pororo drink.

Sesampainya Malvin di rumah Nasya, Malvin sedikit kaget melihat rumah Nasya yang lumayan besar. Pantes saja teman-temannya sedikit memberi dia peringatan untuk tidak main-main dengan Nasya.

“Permisi,” ucap Malvin seraya mengetok pintu rumah Nasya.

Ceklek

“Hai kak Malvin, mau masuk?” Tanya Nasya setelah membukakan pintu ke Malvin.

Malvin menggeleng. “Gak usah, langsung aja,” Jawab Malvin seraya mengeluarkan dompet dari kantongnya.

Mata Nasya tertuju ke pinggir bibir Malvin yang terluka. “Bentar, kak Malvin duduk di situ dulu,” tunjuk Nasya ke sebuah tempat duduk di teras rumahnya.

Malvin yang hendak mengeluarkan beberapa lembar uang, kembali memasukan uang tersebut ke dalam dompet, lalu ia menuruti perintah Nasya.

Nasya keluar dengan paper bag dan juga kotak p3k di tangannya masing-masing.

“Bibir kak Malvin luka, kalo kata ayah, luka di biarin aja nanti infeksi, terus keluar ulat ihhhh.” Tangan Nasya fokus menuang Betadine pada sebuah kapas.

Nasya menatap mata Malvin yang sedari tadi memandang kagum ke Nasya.

Nasya menjulurkan tangannya hendak mengobati luka Malvin.

“Awhh,” ringis Malvin karena perih efek dari Betadine yang terkena lukanya.

“Panglima motor kok kesakitan,” ejek Nasya seraya terkekeh.

Malvin hanya diam, dia tidak banyak bicara. Entah karena malu atau karena merasa kagum dengan Nasya.

“Sudah!” Seru Nasya ketika selesai mengobati luka Malvin. “Aahh satu lagi belum,” Ucapnya seraya menepuk dahinya.

Nasya mengeluarkan sebuah plaster berwarna kuning dan bercorak Pororo dari kantong celana pendeknya. Ia segera berdiri di depan Malvin.

Malvin tidak melawan atau memprotes, kini dadanya terasa sangat sesak dan berdegup kencang.

“Dahi kak Malvin luka, Nasya tutupi pake plaster ya? Nasya cuman punya plaster Pororo tapi gpp kan?” Tanya Nasya ke Malvin.

Malvin mengangguk seraya menatap Nasya yang ada di hadapannya. “Gpp,” Jawabnya dengan lembut.

Nasya tersenyum lalu menutupi luka yang ada di dahi Malvin menggunakan plaster Pororo yang ada di tangannya.

“Siap!”

“Terimakasih banyak,” Ucap Malvin.

Nasya meraih paper bag yang tadi ia bawa keluar.

“Ini Pororo drink nya, ada sepuluh rasa apel,” Kata Nasya seraya menyerahkan paper bag tersebut ke Malvin.

Seketika muka Malvin memerah, ia merasa sangat malu.

“Terimakasih, gue pamit ya.” Malvin segera berdiri dan berpamitan dengan Nasya.

Malvin menyalakan motornya dan dengan segera pergi dari rumah Nasya. Tentu saja setelah berpamitan dengan Nasya.

Nasya menunggu hingga Malvin beneran hilang dari hadapannya.

“Lucuuuuuuuuuuuuu,” monolog Nasya merasa gemas dengan tingkah Malvin.

Bughh

Malvin menghajar lawannya habis-habisan. Tidak terhitung sudah berapa tonjokan menghujam pipi lawannya.

“Lo jangan pernah.”

Bughh

“Buat ganggu wilayah gue.”

Buggh

“Lo harus tau.”

Bughh

“Sedang berurusan dengan siapa.”

Bughh

Bertubi-tubi Malvin menonjok lawannya seraya memberikan peringatan.

Malvin mengeluarkan sebuah seringai yang biasa di sebut seringai iblis, karena siapapun yang melihatnya akan takut terhadap Malvin.

Malvin melepas cengkraman pada leher lawannya dan mendorong bahu lawannya tersebut membuat dia tergeletak lemah di tanah.

Malvin mengusap kasar pinggir bibirnya yang terluka akibat tonjokan dari lawannya tadi.

“Kalo masih lemah, jangan coba-coba untuk melawan harimau lapar!” Tegas Malvin dengan nada mengintimidasi.

Malvin mengambil tasnya yang jatuh tadi. Lalu ia meludah tepat di samping lawannya yang sudah tergeletak lemah.

“Ini peringatan terakhir sebelum gue buat lo mati, inget itu,” ancam Malvin lalu ia mengajak anak-anak Riddin lainnya untuk cabut dari sana.

Tawuran hari ini di menangkan oleh Riddin atau Club SMA NEO. Mereka sudah dari lama menahan amarahnya, karena Malvin masih menyuruh mereka untuk menunggu dan menunggu. Dan tiba hari ini kemarahan Malvin benar-benar memuncak, membuat ia menyuruh anak-anak yang lain untuk memberi pelajaran kepada lawannya.


“Jadi bos beneran lagi ngincar anak baru itu?” Tanya salah satu anggota Riddin ke Malvin.

Kini Malvin dan anggota Riddin sedang berada di basecamp di belakang sekolah di mana biasa mereka jadikan tempat untuk cabut.

Melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak berfaedah, contohnya saja ngomongin orang lain. Atau ngerokok.

“Mending kalo buat main-main jangan di bang,” Peringat Haris. Anggota baru di Riddin.

Malvin menatap Haris dengan tatapan tajam. “Siapa lo ngomong gitu ke gue?” Ketusnya.

Nyali Haris tiba-tiba menciut mendengar perkataan Malvin.

“Setau gue nih ya, si Nasya itu punya Abang. Dan lumayan galak,” Kata Hezekiah.

Malvin menghela nafas. Ia segera bangkit dan mengambil jaket yang di gantung di kursi ia duduki tadi.

“Masalah percintaan itu privasi gue. Gak usah jadi urusan kalian. Urusi anak pelita harapan kasih balasan yang setimpal buat mereka.” Malvin memberi perintah kepada anggotanya lalu segera beranjak dari sana.


Kini Nasya sedang menunggu jemputan. Ia sedang duduk dengan beberapa murid lainnya di sebuah halte tepat di depan sekolah.

Zarra gabisa ikut nunggu jemputan karena dia ada rapat osis. Jadi mau gak mau Nasya harus nunggu sendiri hari ini.

Sekitar 1 jam Nasya menunggu namun tidak ada tanda-tanda jemputan Nasya sampai.

Karena bosan Nasya memutuskan buat meminum Pororo drink yang dia bawa dari rumah.

“Lama banget sihh, mana tinggal sendiri,” monolog Nasya sambil meminum Pororo drink yang ada di tangannya.

Tiba-tiba telinga Nasya mendengar suara motor yang sangat besar dari kejauhan. Karena tertarik ia melihat siapa pemilik motor yang berisik itu.

“Itu motor apa suara emak-emak tetangga sih, berisik banget!” Gerutu Nasya.

Motor itu berhenti tepat di depan Nasya. Dan sang pengendara menatap Nasya dengan tatapan tajam.

Nasya sedikit ketakutan, dengan segera ia mengeluarkan ponsel dari saku bajunya.

Selang beberapa menit pengemudi motor itu melajukan motornya dengan sangat cepat, dan tentu saja suaranya membuat gendang telinga Nasya hampir pecah.

“Gajelas banget sih! Di kira keren apa? Ihhh amit-amit Nasya punya cowo kayak gitu.”