Panglimakun

Perlahan Gibran membuka pintu kamar Bulan. Anak sulung yang ia sia-siakan.

Ia melihat dari sudut ke sudut. Tak sengaja air matanya turun membasahi pipi.

Dengan kasar Gibran menyeka air mata itu.

“Kamu apa kabar nak?” Monolog Gibran seraya menatap sebuah foto.

Foto Bulan tengah memeluk boneka Micky mouse yang ia belikan.

Gibran melangkah ke kasur Bulan, di sana ada boneka yang sangat di sayangi oleh Bulan.

Gibran sangat menyayangi Bulan, namun di satu sisi iya sangat benci. Karena menurut dia Eva istri tercintanya pergi untuk selamanya.

Namun kemarin ia di culik oleh orang tidak di kenal. Orang tersebut menjelaskan semuanya, Bulan bukanlah dosa. Bukan bukanlah penyebab Eva meninggal.

“Papa berdosa banget ya Bulan.”

“Sekarang kamu di mana nak? Kamu baik-baik saja? Papa janji ketika kamu kembali maka papa akan sujud mencium kaki kamu Bulan. Papa menyesal.”

Gibran menangis sejadi-jadinya seraya memeluk boneka kesayangan Bulan.

Ia membayangkan seberapa kedinginan Bulan ketika ia usir, ketakutan dan juga rasa bersalah.

Dengan hati-hati Bintang memutar video yang di kirim oleh stranger tadi.

Video tersebut menampakkan seseorang yang sedang merangkak di sebuah tangga.

Muka orang itu sangat menyeramkan, namun Bintang masih sanggup melihatnya.

Video tersebut terus berputar, hanya ada layar hitam namun tiba-tiba.

“Fuck you!” Jerit Bintang dengan sangat kencang. Handphone yang ia pegang terlempar dari tangannya.

Video jumpscare yang menunjukan muka aneh, yang sangat menyeramkan.

“Tolong, tolong,” Lirih seseorang dari handphone Bintang.

Bintang yang masih ketakutan, sedikit memberanikan diri untuk melihat video itu lagi.

Ia seperti mengenal suara itu.

“Nooooooo papa!” Histeris Bintang.

Ia melihat papa nya yang sedang di sekap oleh seseorang di sana.

Namun tiba-tiba video itu habis, di akhiri dengan kalimat

“Diam bukan berarti lemah, lihatlah kebenaran.”

Bintang menangis sekencang mungkin ketika melihat papa nya yang sedang di sekap.

“Kamu kenapa Bintang?” Tanya Cantika yang berlari ke kamar Bintang di ikuti oleh Jibran.

“Mama hiks mama, papa,” Lirih Bintang dengan suara yang bergetar.

“Papa ada di rumah, dia lagi mandi nak kenapa ?”

Bintang kaget dengan penuturan mama nya tadi. Lantas siapakah yang di sekap di video yang baru saja ia tonton?

Wina melangkahkan kakinya dengan cepat agar ia segera sampai ke rumah.

Namun tiba-tiba ia merasa seperti ada yang mengikutinya dari belakang. Berkali-kali ia mencoba untuk menelfon Bagas namun tidak ada jawaban.

Cuaca di luar sedang hujan, Wina memiliki trauma dengan hujan, karena pada 3 tahun yang lalu, ia hampir menjadi korban pembunuhan.

“Argghh,” ringis Wina tiba-tiba Kakinya kepeleset dan terjatuh.

Wina perlahan mengangkat kepalanya, melihat sosok asing yang berdiri di depannya.

Orang tersebut menggunakan pakaian serba hitam, bahkan untuk melihat mukanya sangat susah.

“Kamu s, siapa?” Tanya Wina. Kini ia sangat ketakutan, bayang-bayang 3 tahun lalu kembali menghantuinya.

Orang tersebut jongkok di hadapan Wina. Lalu mendekatkan dirinya ke Wina.

“Jangan takut,” Bisik orang tersebut dengan tangan yang menancapkan sebuah suntikan di tangan Wina.

Wina hendak melawan, namun perlahan ia kehilangan kesadaran.

“Kalo bulan pergi apa semuanya akan usai?”


Kini bulan tengah membolak-balik halaman buku yang ada di depannya. Jam sudah menunjukkan pukul 7.15 pagi, yang menandakan sebentar lagi sekolah akan di mulai.

Tiba-tiba bulan merasakan ingin ke kamar kecil. Dengan segera ia berlari keluar, sekarang ia tidak lagi menghiraukan tatapan tajam dari orang-orang.

Setelah kejadian kemarin bulan hendak di keluarkan dari sekolah. Namun Keenan segera mendatangi pihak sekolah, bahkan bulan sendiri tidak tau apa yang di bicarakan Keenan dengan pihak sekolah sehingga bulan masih bisa bersekolah hingga sekarang.

Bulan hendak membuka pintu toilet, namun tiba-tiba pintu itu tidak bisa terbuka.

“Halo ada orang di luar?” Teriak Bulan seraya menggedor-gedor pintu.

Bulan sebisa mungkin untuk membuka pintu itu namun tidak bisa.

Ia hendak melihat ke arah atas, namun begitu terkejutnya dia apa yang barusan ia lihat.

Byurrr

Sebuah ember yang berisikan air yang sangat bau. Bukan hanya air, tapi bercampur dengan minyak dan juga telur busuk.

Cairan itu membasahi sekujur tubuh bulan.

“Hahahahahaha, mampus kan Lo,” Ejek seseorang dari luar toilet.

Bulan bisa mengenal suara siapa itu.

“Bintang!” Seru Bulan.

“Bintang aku itu kakak kamu, kenapa kamu ngelakuin ini ke aku?”

Suara kekehan dari bintang memenuhi toilet. “Gak ada yang pernah Sudi jadi adek lo tau gak? Oh ya kita mau ujian dulu ya, selamat membusuk di dalam toilet,” Sarkas Bintang lalu segera pergi dari sana. Tidak lupa dengan beberapa temannya yang tertawa seraya menendang pintu toilet.

“Mama, bulan takut,” Lirih bulan seraya memeluk kedua kakinya.

Badan bulan terasa sangat bau, dia juga kedinginan serta ketakutan.

Kini ia tidak bisa mengikuti ujian lagi. Yang ia pikirkan sekarang adalah gimana caranya untuk keluar.

Luka yang di terima bulan di sekolah tadi di obati oleh dokter Wenda, sahabat uncle Keenan.

Dokter Wenda sedikit kaget ketika melihat keadaan badan bulan. Seperti ada bekas cambukan di punggungnya, namun bekas lukanya sudah kering.

“Jujur sama uncle, siapa yang ngelakuin itu semua?” Tanya Keenan ketika bulan selesai di obatin.

Kini Keenan, bulan dan dokter Wenda tengah duduk di ruang tamu rumah Keenan.

Bulan takut, ia menunduk dan memainkan jari-jarinya karena takut.

“Papa,” Jawab Bulan dengan pelan.

Keenan dan dokter Wenda tersentak kaget.

“Kenapa bisa? Sejak kapan?” Keenan seperti sangat emosi sekarang, kenapa ada orang tua yang memukul anaknya sehingga seperti ini.

Bulan menggelengkan kepalanya. “Sejak kelas 1 SMP,” Lirihnya.

Dokter Wenda menggenggam tangan Bulan yang bergetar. “Bintang?” Tanya dokter Wenda.

Bulan menggeleng. “Cuman Bulan,” Jawabnya.

Keenan membuang nafasnya kasar. “Apa alasannya?”

Tidak sengaja bulan meneteskan air matanya. Ia sangat sensitif jika di tanya mengenai keluarga.

“Karena papa mengira bahwa kehadiran bulan dan bintang membuat mama Eva meninggal, dan karena bintang adik maka bulan yang menanggung semuanya,” Jelas Bulan dengan tangisan pecah.

Dokter Wenda dengan segera membawa bulan kepelukannya. Keenan masih di dalam emosinya, ia tidak menyangka bahwa Gibran sahabat baiknya bisa sekejam itu terhadap sang anak.

Bulan melangkahkan kakinya keluar hendak menuju ke dapur rumah keluarganya.

Namun ia memberhentikan seketika langkah kakinya, ketika melihat kembarannnya dan juga mama nya berada di dapur.

Bulan perlahan mendengar percakapan mereka.

“Sebentar lagi kita akan hidup bahagia dengan ayah kamu, dengan lelaki yang bener-bener mama cintai Bintang.”

“Tapi gimana kalo papa kenapa-kenapa ma?”

“Dia gak akan kenapa-kenapa, palingan juga cuman koma, racunnya tidak akan membuat mati.”

Bulan shock ketika mendengar percakapan mereka, ia menutup mulutnya rapat-rapat dengan menggunakan kedua tangan.

“Apa yang akan mereka lakukan ke papa?” Batin Bulan. “Gak bisa di biarin,” Monolog bulan dengan suara pelan.

Bulan melihat bintang dan mamanya hendak beranjak dari dapur membawa sebuah napan yang berisikan 1 gelas air.

Dengan cepat bulan berlari ke arah mereka.

Prangg

Bulan memecahkan gelas yang ada di napan tangan bintang. Hal itu membuat Mamanya dan juga bintang kaget bukan main.

“Kalian apa-apaan sih!” Seru Bulan memberanikan diri.

Cantika menatap Bulan dengan penuh amarah. “Kamu yang apa-apaan! Dasar anak gak sopan!” Murka Cantika dengan tangan yang hendak menampar bulan.

Namun Cantika salah sasaran tangannya mengenai bintang bukan bulan.

“Arghh, mama!” Ringis Bintang.

Karena ketakutan Bulan berlari sekencang mungkin menuju kamarnya.


“Pa ampun pa ampun,” mohon Bulan berkali-kali.

Plakk

“Sejak kapan papa ngajarin kamu jadi anak kurang ajar!” Bentak Gibran dengan tangan yang tidak berhenti memukul Kepala bulan.

Keadaan bulan benar-benar miris, darah yang keluar dari hidungnya, Pipi memar dan rambut yang berantakan.

“Pa percaya bulan pa.” Bulan berusaha menjelaskan semuanya ke Gibran, namun Gibran tidak memberi celah dan kesempatan untuk Bulan.

Tangan Gibran menarik rambut bulan, dengan kasar ia menarik rambut sang anak, menyeret bulan ke luar.

“Pa ampun.”

Gibran mendorong bulan ketika sudah sampai di depan pintu.

“Saya gak pernah ajarin kamu untuk membentak mama kamu, dan saya gak pernah ngajarin kamu buat mencoba bunuh adik kamu!” Marah Gibran.

Setelah kejadian tadi, bulan melukai dirinya sendiri dan melebih-lebihkan ceritanya ke papa dan juga sahabat-sahabat bulan.

Bulan menangis sejadi-jadinya, bahkan mengeluarkan air mata terasa sangat perih.

“Kamu keluar dari rumah saya! Kamu bukan anak saya lagi! Jangan berani-berani nya kamu buat kembali lagi, dan saya gak akan peduli jika kamu mati kelaparan di luar sana!” Usir Gibran lalu ia kembali masuk ke dalam rumah.

Bulan benar-benar hancur, ia tidak tau harus ngapain sekarang. Ia di campakan oleh papa nya, di Campakan oleh sahabat dan juga pacarnya.

Dengan badan yang bergetar bulan berusaha pergi dari sana. Sebelum jauh ia kembali menatap rumah yang dulunya sangat nyaman bagi dirinya.

Bulan tersenyum menatap rumah itu. “Kalo mengusir bulan membuat papa bahagia, bulan juga bahagia pa. Maafin bulan belum bisa jadi anak yang tau diri, yang bisa membanggakan papa,” Monolog Bulan lalu melangkahkan kakinya dari sana.

“Dan pada akhirnya kancil berhasil menyebrangi sungai dengan bantuan buaya yang bodoh, tamat.” Gue menutup buku cerita yang barusan gue baca ke anak gue.

Anak gue dengan Johnny Suh. Setelah kejadian yang menimpa kita, Johnny dengan segera melamar gue dan sebulan kemudian menikahi gue dengan sah.

Tidak terpikirkan di diri gue kalo semisalnya gue akan menjadi seorang ibu dari anak-anak Johnny. Pria kaya raya, yang memiliki dunia yang sangat gelap.

Namun hal yang membuat gue jatuh ke dia adalah, dia tidak pernah menunjukkan sisi gelap dari dirinya ke keluarga. Bahkan sekarang dia sudah mengubah sikapnya ke Haechan.

“Mommy, berarti kancil itu jahat?” Tanya gadis kecil berusia 5 tahun yang ada di pangkuan gue.

Gadis yang bernama Elena Suh, darah daging gue dan Johnny. Gadis cantik dengan senyum ceria membuat keluarga kecil gue sama Johnny menjadi lebih terang.

Gue menatap lembut mata elena. “No honey, dia tidak jahat. Tapi kancil adalah seekor binatang yang cerdas dan licik,” Jawab gue seraya mengusap lembut kepala Elena.

Elena tampak berpikir sejenak. “Like Daddy?” Ucap nya tiba-tiba membuat gue kaget.

“Kenapa Elena beranggapan Daddy seperti kancil?”

“Karena Daddy licik, pasti Daddy selalu berhasil ngajak mommy keluar main-main sama Daddy sama Haca,” Jawab dia dengan suara imutnya yang bikin gue gemes banget.

Haca nama panggilan dia buat haechan, gemes banget !

“Daddy home!”

“Haca home!”

Mendengar suara sang ayah dan juga sang kakak, elena segera beranjak dari pangkuan gue, dan pergi menghampiri mereka.

Beberapa menit kemudian gue ngelihat Johnny dan juga Haechan yang sedang menggendong Elena, jalan menghampiri gue.

“I'm home honey,” ucap Johnny seraya mengecup bibir gue.

Gue tersenyum. “Iya Jo,” Sahut gue.

Johnny duduk di sebelah gue lalu ia menarik pinggang gue supaya lebih Deket dengan dia.

“Elena anak aku, masa sama Haechan terus,” Rengek Johnny merasa cemburu dengan kedekatan Haechan dan Elena.

Gue terkekeh lalu gue menangkup kedua tangan Johnny.

“Sabar ya Daddy,” kata gue ngejek Johnny. Dan itu berhasil ngebuat Johnny ngerucutin bibirnya. Poor Daddy...

“Mommy, elena mau sleep sama Haca tonight, elena and haca time! Pweaseee,” Mohonya dengan puppy eyes.

Astaga Tuhan, ini anak kenapa bisa imut bener.

“Coba tanya Daddy,” Suruh gue seraya melirik ke arah Johnny.

Elena turun dari gendongan haechan, dan segera lari memeluk kaki sang ayah.

“Daddy, pwease,” Mohonnya dengan suara seimut mungkin.

Johnny terkekeh, namun ia berusaha menahan mukanya dan berusaha untuk memasang muka seriusnya.

Ia mengangkat Elena ke pangkuannya. “Kiss me,” tagih Johnny.

Dengan cepat elena ngecup pipi kanan dan pipi kiri Johnny secara bergantian.

“Pweaseee.” Lagi-lagi Elena memohon dengan suara yang sangat imut.

Johnny mengangguk. “Dengan syarat, Daddy dan mommy akan mantau kalian dari cctv kamar Haca oke?” Ujar Johnny seraya menatap Haechan.

“Siap Daddy!” Seru Haechan bersemangat.

Johnny tersenyum. “Waktu tidur harus tidur, jangan ada yang main lagi. Promise?”

Elena mengangguk lalu ia mengecup bibir Johnny. Elena itu punya mommy 😤

“Yes Daddy!” Seru Elena bersemangat lalu turun dari pangkuan Johnny dan berlari menuju Haechan.

Kalo di inget-inget dulu Haechan bahkan merengek tidak ingin adik, selama seminggu ia tidur di kamar gue sama Johnny atau enggak gue yang tidur di kamar Haechan.

Dan itu tentu saja membuat Johnny kesel secara dia kelebihan hormon, just kidding.

Dan pas tau gue hamil Haechan sempet ngambek 3 hari.

Tapi pas Elena lahir dia bahkan hampir tidak kasih kesempatan buat Johnny ngegendong Elena.

Dan sampe sekarang pun begitu, segitu besar kasih sayang yang ia tunjukan ke Elena, walaupun mereka tidak sedarah.

“Johnny!” Jerit gue tiba-tiba.

Gimana enggak jerit? Tiba-tiba Johnny ngegendong gue, mana ngegendong nya kayak karung beras.

“Jangan teriak-teriak sayang,” Ucapnya.

“Jo turunin,” pinta gue.

Johnny menggeleng, dia malah melangkahkan kakinya menuju kamar.

“Aku mau buat Elena Ver2,” celetuknya tiba-tiba.

Pengen banget Gue Jambak Johnny sekarang juga. Nasib punya suami kelebihan hormon.


Elena Suh

Papa Bulan gak pernah bohong

Rumah besar yang berisikan keluarga lengkap itu kini terasa hening. Tidak ada satupun suara dari anggota keluarga. Bahkan tidak ada tanda-tanda kegiatan dari mereka.

Namun berbeda dengan suasana kamar anak sulung keluarga ini. Ruang kamar yang di penuhi suara pukulan dan juga suara jerit kesakitan.

“Pa maafin bulan pa,” Mohon bulan seraya memeluk kakinya.

Namun pria yang di panggil papa itu tidak mendengarkan permohonan anaknya. Ia dengan leluasa memukul punggung sang anak menggunakan tali pinggang yang ia kenakan tadi saat ke kantor.

“Sejak kapan papa ajarin kamu berbohong!” Bentak Gibran ke Bulan.

Plakk

Tali pinggang itu tak henti-hentinya mendarat di punggung Bulan. Yang Bulan rasakan sekarang hanyalah kesakitan dan kepedihan. Ia hanya bisa menangis untuk meredakan semuanya.

“Maafin bulan pa.” Bulan menangis semakin menjadi-jadi.

“Baru saja papa bangga dengan kamu! Tapi apa yang kamu lakukan bulan! Bintang itu adik kamu, kembaran kamu!” Tangan Gibran lagi-lagi mengayunkan tali pinggang itu ke punggung sang anak.

Plakk

“Ampun pa, ampun.” Tubuh bulan bergetar, tidak ada kata-kata lagi yang keluar dari dirinya kecuali kata ampun.

Gibran menatap anaknya dengan penuh amarah.

“Awas aja kamu sekali lagi berbohong!” Murka Gibran lalu beranjak dari kamar Bulan.

Tubuh bulan bergetar lemah, ia terjatuh dengan posisi memeluk kakinya.

“Bulan gak pernah bohong pa,” Gumamnya dengan tangisan untuk meredakan rasa sakit yang ia rasakan.

Perlahan Johnny membuka pintu kamarnya, dengan sebuah cangkir berwarna pink di tangannya.

Ia melihat wanita yang sangat ia sayangi sedang berdiri menatap ke luar jendela.

Perlahan ia menghampiri wanita tersebut. Memeluk lembut badan wanita itu dari belakang.

“Mau sampe kapan? Mau sampe kapan kamu diam Bella?” Tanya Johnny dengan nada tegas.

Yang di pelukan dia adalah Bella Kim. Wanita yang pernah ia sia-siakan dulu.

Wanita yang menerima seribu luka atas kebodohan dirinya. Kini wanita itu hanya diam setelah kejadian satu tahun yang lalu.

Diam selama satu tahun dalam trauma yang sangat menakuti dirinya.

Bella sama sekali tidak menanggapi Johnny ia masih sama, menatap lurus ke luar jendela kamar.

Perlahan Bella merasakan bahu nya basah. Dan ternyata itu dari air mata Johnny.

Johnny berpindah posisi menjadi berlutut di samping Bella.

“Maafin aku Bella,” Mohonya.

“Udah cukup hukuman selama satu tahun ini, aku udah cukup menyesal,” Lanjutnya memohon.

Selama satu tahun Johnny benar-benar memperhatikan dirinya. Bahkan kini Bella tidur di kamar Johnny demi keamanannya.

Tapi Johnny tidak tidur di kasur yang sama, karena dia tau itu akan menganggu kenyamanan Bella.

Sesekali Bella mendapati Johnny yang tidur di sofa, atau bahkan tidur dalam posisi duduk di lantai dengan kepala di atas kasur.

Bella sedikit melirik ke arah Johnny. Ia dapat melihat Johnny larut dalam penyesalannya di sana.

“Udah cukup hukumannya Bella, kembali ke saya. Saya butuh kamu.” Johnny menatap Bella yang sedang melihat dirinya.

Mata Bella mengode untuk Johnny keluar dari kamar. Johnny menyeka air matanya dengan kasar, lalu ia tersenyum ke arah Bella.

“I love you as always Bella,” Ungkapnya sebelum beranjak dari sana.


Berdamai dengan masa lalu bukanlah hal yang buruk kan. Wendy dan Chanyeol telah mengetahui semua kejadian yang menimpa Bella, mereka di beri tahu oleh Yuta. Dan bahkan Chanyeol sempat membuat Johnny babak belur, tanpa ada perlawanan balik dari johnny.

Johnny merasa terpuruk ketika mengetahui Bella hamil pada saat dia mengusir dirinya. Johnny mengaku bahwa dia di butakan oleh kehadiran Chelsea pada saat itu.

Setiap malam Bella dapat mendengar Johnny menangis di balkon kamar mereka, dan sesekali bermonolog seakan-akan sedang berbicara dengan anaknya.

Kata maaf tidak pernah luntur dari mulutnya.

“Bahkan Johnny sudah bertanggungjawab atas semuanya kan?” Gumam Bella.

Perlahan Bella membuka pintu kamar, untuk pertama kalinya ia keluar dari kamar itu setelah satu tahun mengurung di sana.

Ia sangat rindu keadaan rumah, rindu bercanda gurau dengan Haechan, menjahili Johnny sampai dia kesal.

Perlahan ia melangkahkan kakinya menuju dapur, di sana Bella dapat melihat Johnny yang sedang berkutik dengan alat-alat dapur.

Johnny adalah seorang mafia dan juga pengusaha terkenal, namun dengan waktunya yang sangat padat untuk berkerja ia selalu memastikan bahwa makanan yang akan disajikan ke Bella adalah makanan yang sehat.

Bella tersenyum, lalu ia memeluk Johnny dari belakang. Tentu saja Johnny kaget, siapa yang berani memeluk dirinya.

“Bella!” Seru dia bersemangat.

“Masakan kamu wangi,” Sahut Bella seraya tersenyum.

Dengan cepat Johnny membalikkan badannya, memeluk Bella dengan erat.

“Kamu maafin aku? Maaf, maaf. Kamu boleh hukum aku dengan pukulan, tapi jangan diam seperti ini lagi,” Rengek Johnny.

Bella terkekeh, ia menatap mata Johnny dalam-dalam. “Terimakasih sudah mengurus aku selama satu tahun ini,” Ucap Bella ke dia.

Johnny menggeleng kuat. “Terimakasih sudah bertahan sampai sekarang Bella, terimakasi,” lirihnya, lalu detik kemudian bulir air mata terjun dengan bebas membasahi pipinya.

“Don't cry, aku udah maafin kamu, sekarang aku mau spaghetti!” Seru Bella agar Johnny menyudahi kesedihannya.

“Dengan senang hati princess, pesanan akan datang dalam waktu 15 menit!”

Bella tersenyum. “Aku mau ke kamar Haechan dulu ya.” Bella menjinjit untuk mengecup pipi Johnny. “Bye Daddy!” Pamitnya lalu segera berlari ke arah kamar Haechan.

Johnny tersenyum, ia merasa bangga ketika melihat Bella yang jahil telah kembali ke pelukannya.


Perlahan Bella membuka kamar pangeran kecilnya. Pangeran kecil yang ia jumpai di sebuah mall tanpa sengaja.

Pangeran kecil itu bernama Haechan, anak yang penuh dengan kegembiraan untuk menutupi semua lukanya.

Perlahan ia melihat Haechan yang tengah memeluk sebuah foto, ketika ia lihat ternyata itu adalah foto dirinya.

“Bunda, kapan Haechan bisa meluk bunda lagi?” Monolog Haechan dengan bingkai foto Bella.

“Kalo bunda marah sama Haechan, nanti Haechan kutuk jadi Piggy loh!” Kesal dia.

Bella terkekeh diam-diam, kenapa foto yang dia cetak foto Bella dengan hidung emoji pig?

“Masa foto bunda yang jelek sih?” Bella membuka suara membuat fokus Haechan menjadi kearah Bella.

“Bunda!” Seru Haechan antara percaya dan tidak percaya.

Bella merentangkan tangannya.

“Siapa yang mau di peluk bunda?”

“Haechan!!!!!!” Jawab Haechan bersemangat lalu dengan sigap ia berlari memeluk Bella.

“Bunda hiks, bunda jangan sakit lagi hiks, bunda harus hiks harus hiks hueeeeeee,” Kata Haechan terputus-putus karena tangisannya.

Bella terkekeh, perlahan ia mengelus rambut pangeran kecilnya itu.

“Harus apa pangeran?” Tanya Bella.

“Harus sama Haechan dan Daddy selalu hueeeeee!”

“Iya bunda akan selalu bersama pangeran kecil bunda, dan sama Daddy!” Jawab Bella dengan tegas.

“Promise?” Tanya Haechan.

Bella mengangguk. “Promise!”

“Daddy mau hug juga,” pinta Johnny tiba-tiba ketika masuk ke dalam kamar Haechan.

Johnny berusaha buat meluk Bella, namun di halangi oleh Haechan.

“No! Daddy gaboleh hug bunda!”

Johnny tidak terima atas penuturan anaknya. “Boleh lah!” Johnny masih kekeh berusaha Meluk gue.

Kini terjadi perdebatan kecil antara bapak dan anak ini.

Bella tersenyum melihat mereka yang sedang berdebat.

“Grup hug?” Tanya Bella seraya merentangkan tangannya.

Dengan sigap Haechan masuk ke dalam pelukan Bella lagi, begitu juga dengan Johnny yang langsung memeluk badan Bella.

“Nah gini kan adem,” Ucap Bella.

“I love you bunda,” Ucap Johnny dan Haechan berbarengan.

“I love you too!”

Berdamai dengan masa lalu bukanlah hal yang buruk. Semua orang pernah melakukan kesalahan, tidak salah jika kita memaafkan mereka.


Malam telah tiba, kini Johnny dan Bella tengah berusaha untuk tidur.

Seharian ini mereka habiskan waktu untuk bermain, sehingga kini mereka merasa lelah.

“Semua udah usai bukan?” Tanya Bella tiba-tiba.

Tangan Johnny yang sedari tadi bermain di rambut Bella tiba-tiba berhenti.

“Tapi cerita keluarga kita tidak akan pernah usah Bella,” Jawabnya dengan lembut seraya mengecup kening Bella.

Johnny telah menceritakan semuanya ke Bella, tujuan Chelsea kembali hanyalah untuk menjatuhkan Johnny.

Pada saat kejadian satu tahun yang lalu, Chelsea berusaha menembak Johnny, namun insting seorang mafia keji seperti Johnny sangat kuat, sehingga Johnny lah yang duluan menembak Chelsea, walaupun fokusnya dulu masih terhadap Bella.

Kini Chelsea dan Kris tengah di kurung di sebuah ruangan sempit di bangunan milik Johnny.

Johnny tidak ingin mengeksekusi mereka terlebih dahulu, Johnny ingin Bella melihat secara langsung gimana tersiksanya mereka ketika maut menjemputnya.

Namun Bella menolaknya, ia tidak ingin melihat mereka berdua lagi, trauma yang di miliki oleh Bella sangat kuat.

“Jo, kenapa kamu pergi nyelamatin aku?” Tanya Bella.

Johnny menangkup kedua pipi Bella, menatap mata Bella sangat dalam.

“Karena sesungguhnya aku gak pernah nyaman ketika sama Chelsea, aku sangat takut. Dan ternyata ketakutan terbesar aku itu kamu Bella,” Jawabnya dengan lembut.

“Kenapa aku?”

Johnny tersenyum, lalu ia mengecup lembut kening Bella dan turun ke kedua mata Bella, ia mengecup dengan sangat lembut sebelum kembali menatap mata Bella.

“Because you're my Weakness Bella,” Jawabnya dengan suara yang sangat lembut membuat hati Bella terasa nyaman, bahkan sekarang ia sangat ingin untuk menangis.

“I love you,” Ucap Bella seraya menenggelamkan kepalanya di dada Johnny.

“I love you too princess.”


Finish

Perlahan gue berusaha membuka mata, begitu kagetnya gue melihat keadaan gue sekarang.

Dengan keadaan kaki menggantung, tangan terikat di rantai yang menjulur tinggi pada sebuah katrol.

“Arrgghhh,” ringis gue.

“Oh hai cantik!” Sapa seorang pria di sana.

“Who are you?”

Pria itu tersenyum dan memberikan kode untuk menurunkan gue sedikit.

“Perkenalkan saya Kris, musuh terbesar Johnny Suh,” Jawab dia.

Fuck, lagi-lagi Johnny. Sebesar inikah efek dari dia?

“Dan perkenalkan dia,” Ucap Kris memperkenalkan seseorang yang baru saja menghampiri dirinya. “Chealse My beloved wife,” Sambungnya.

Chealse, rubah sawah. Bedebah kamu.

“Hai Bella, ternyata kamu masih hidup? Gue kira udah mati depresi,” Ejek dia seraya tertawa.

“Diam mulut kamu!” Bentak gue.

“Boleh aku mulai permainannya?” Tanya Chealse ke Kris.

Kris merespon dengan senyuman. “Do it,” Respon dia.

Chealse tersenyum, lalu gue ngelihat dia mengeluarkan sebuah pisau dari saku bajunya.

Dia mendekat ke gue. “Dulu di perut ini pernah mengandung anak Johnny kan? Gue gak Sudi!” Kata dia dengan nada tinggi.

“Lo harus mati!” Seketika pisau yang ada di tangan Chealse menancap tepat di perut gue.

“Arghh,” Keluh gue, sakit gue gak bisa ngapa-ngapain sekarang. Gue gak bisa kabur.

Chealse tertawa melihat darah gue yang mengalir kemana-mana. “Lo harus tau posisi lo Bella, lo harus sadar sekarang ko berhadapan dengan siapa!”

Yang gue lakuin sekarang cuman nangis, dan menahan rasa sakit. Menunggu nyawa gue benar-benar menghilang dari badan gue.

“Sekarang giliran aku sayang,” Ucap Kris.

Gue ngelihat Kris membawa sebuah cambukan di tangannya. Gue menggeleng lemah.

“No, please no,” mohon gue dengan nada rendah.

Namun tidak ada yang peduli dengan keadaan gue sekarang.

Plakk

Kris mencambuk punggung gue dengan keras. Sakit, perih, gue gak bisa ngejelasin gimana rasa sakitnya, gue cuman bisa nangis, melawan pun tidak bisa.

Plakk

Satu cambukan lagi berhasil mendarat di punggung gue.

Kenapa? Kenapa harus gue yang menerima semua ini, sakit.

“count,” Suruh Kris dengan nada mengintimidasi.

Gue menggeleng lemah, gue gak mau menuruti perintah dia.

Plakk

Lagi-lagi Kris mencambuk gue dengan sangat keras.

“Just fucking kill me !” Jerit gue dengan sekuat tenaga.

“Count!” Teriak dia menyuruh gue menghitung.

Plakk

Gue udah gak sanggup, gue kehilangan tenaga. Gue udah benar-benar gak sanggup lagi.

“One,” gue menuruti perintah dia. Gue dapat melihat samar-samar dia tertawa, dan begitupun dengan Chealse.


Badan gue terasa sakit, sangat sakit. Gue masih tergantung seperti tadi.

Apa gue udah mati?

Perlahan gue membuka mata, samar-samar gue mendengar suara baku tembak di luar sana. Dan gue dapat melihat orang-orang yang gue kenal.

Gue tersenyum ketika melihat seseorang menghampiri gue. Di mata gue dia adalah pangeran kecil gue. Haechan, gue ngelihat Haechan.

“Haechan.... Maafin.... Bunda.... Haechan,” Ucap gue terbata-bata karena gue udah gak punya tenaga.

Orang tersebut membantu gue terlepas dari rantai, kini gue ada di pelukan dia. Dan gue dapat melihat dengan jelas siapa orang yang ada di depan gue.

Dengan sekuat tenaga gue meraba saku celana, mengambil secarik kertas yang udah gue sediakan tadi.

“Sorry,” Ucap gue seraya menyerahkan kertas itu ke Johnny.

Gue ngelihat Johnny menangis, menangis sejadi-jadinya.

“Bunda-”

“Sayang-”

“K..kalian-”

Kini gue benar-benar kehilangan kesadaran, suara yang terakhir kali gue denger adalah suara tangisan Johnny.

Setidaknya gue dapat pergi dengan tenang sekarang. Gue berharap Johnny membawa jasad gue dan menguburkannya dengan terhormat nanti.


“No Bella no!” Teriak Johnny dengan tangisan.

Ia masih memeluk Bella yang sekarang tidak lagi bergerak.

Ia sangat merasa bersalah, menyesal ketika melihat wanita yang dulunya ada di pelukannya kini terlihat sangat mengenaskan.

Suara baku tembak masih memenuhi ruangan itu. Semua itu di lakukan oleh Doyoung, Taeyong dan beberapa teman seperkumpulan Johnny.

Johnny masih seruak memeluk Bella, lalu ia membuka kertas yang di berikan oleh Bella tadi.

Ia membaca kertas itu. ' i lost our baby '

Tangis Johnny semakin menjadi-jadi, ia sangat menyesal. Dosa yang telah ia lakukan ke Bella sangat besar.

“Bella bangun, maafkan saya. Maafkan saya,” Ucapnya berkali-kali.

Di lain sisi Chelsea melihat Johnny memeluk Bella, ia merasa cemburu dengan itu.

Ia mempoint pistol yang ada di tangannya tepat menuju Johnny.

“Bella, bangun kita balas mereka yang sudah menyakiti kamu Bella, bangun hukum saya.”

Chelsea menarik pelatuk Pistol itu.

Dorr

Suara tembakan yang berhasil membuat semua orang-orang Johnny terdiam seketika