Panglimakun

Galaxy dan juga Jonathan benar-benar menghabiskan waktunya berdua. Tidak ada rasa canggung ataupun takut diantara mereka.

“Om Jona tinggi banget, Gala suka,” kata Galaxy yang kini berada di gendongan Jonathan.

Jonathan terkekeh mendengar perkataan Galaxy. “Kenapa suka hm?”

“Karena Gala kayak terbang!”

Jonathan tersenyum, ia sangat bahagia sekarang. Hari ini adalah hari dimana ia merasakan kembalinya hidup di kehidupannya.

Ia kembali merasakan kebahagiaan yang sempat hilang.

“Terima kasih sudah datang Galaxy,” ucap Jonathan pelan.

Terima kasih telah hadir, karena kehadiran kamu adalah kehidupan bagi Jonathan.

“Om ayah, Gala mau es krim,” pinta Galaxy, namun ada yang beda ia memanggil Jonathan dengan sebutan om ayah.

Hal tersebut berhasil membuat Jonathan menghentikan langkahnya.

“O-om ayah?” tanyanya tidak percaya.

“Eum! Gala punya om papa, sekarang Gala punya om ayah, karena Gala udah punya om dan juga uncle!” Jawab Galaxy bersemangat.

Galaxy mengalungkan tangannya di leher Jonathan. Jantung Jonathan berdebar semakin kencang.

“Ayo kita beli eskrim sekalian tokonya!”


“Mau masuk gak Jo?” tawar Embun ke Jonathan yang baru saja mengembalikan Galaxy.

“Boleh?” tanya Jonathan.

Embun mengangguk. “Boleh Jo, di luar lagi hujan kan,” jawab Embun.

Dengan senang hati Jonathan melangkahkan kakinya memasuki apartemen Embun.

Kini Jonathan tengah bermain dengan Galaxy di ruang tengah, Embun tengah menyiapkan kopi untuk Jonathan, agar tubuh Jonathan tetap hangat.

Namun kegiatan Embun terhenti ketika ia menyadari ada pesan masuk di handphonenya.

Tanpa sengaja Embun menjatuhkan cangkir kopi yang ada ditangannya setelah membaca pesan tersebut.

Hal itu membuat Jonathan dan juga Galaxy menghampiri Embun di dapur.

“Embun kamu gapapa?”

“Bunda kenapa! Om ayah itu ada kaca di kaki bunda, om ayah bantu bunda!”

Tidak ada jawaban dari Embun, ia masih terdiam dengan tatapan kosongnya.

Selama perjalanan, di mobil Sandy dipenuhi canda tawa dirinya dan juga Embun.

“Udah kak, gak capek apa ketawa terus,” ucap Embun yang masih tertawa.

Sandy tersenyum seraya menatap Embun sebelum ia kembali fokus menyetir.

“Kamu cantik Embun,” kata Sandy membuat Embun terdiam.

“Apasih kak, aku kan cewe makanya cantik. Kalo cowo namanya ganteng,” protes Embun, ia merasa mukanya memanas.

Sandy tersenyum menyadari Embun yang sedang malu sekarang. “Kayak aku?”

“Enggak hahahaha.”


“Pantai? Tumben kakak ngajak aku ke pantai?” tanya Embun ketika mobil mereka terparkir di sekitaran pantai.

Sandy mengangguk. “Kan kata aku, kemana aja aku mau Embun,” jawab Sandy. “Ayok,” lanjutnya mengajak Embun turun dari mobil.

“Kita makan dulu ya? Pantai Ancol lebih indah waktu malam, bentar lagi malam,” kata Sandy seraya menggenggam tangan Embun.

Embun mengangguk mengikuti kemanapun Sandy mengajaknya.

Embun sedikit merasa aneh dengan sikap Sandy yang tiba-tiba saja mengajak Embun ke pantai.

Memang Sandy sosok cowo yang sangat perhatian, apalagi terhadap Embun. Namun ketika ia mengajak Embun jalan biasanya dia akan menanyakan ke Embun terlebih dahulu.

Selama makan tidak ada satupun obrolan diantara mereka, karena Sandy tidak suka untuk berbicara di meja makan, dan hal itu diajarkan Sandy ke Embun dan Galaxy.

“Kak ini mahal banget, aku aja yang bayarin ya?” Kata Embun ketika ia melihat bill ditangannya.

“Aku yang ngajak, aku yang bayar lah,” tolak Sandy. “Ayok,” lanjutnya seraya menarik tangan Embun.


Kini Embun dan juga Sandy duduk di tepi pantai, tanpa alas. Memandang indah ombak dan juga merasakan dinginnya angin malam di pantai.

“Aku terakhir ke Ancol sama Jona,” kata Embun membuka topik pembicaraan.

Tidak ada jawaban dari Sandy, ia masih terdiam.

Embun mengayunkan tangannya di depan wajah Sandy. “Halo orangnya masih sadar kah?”

“Capek gak Embun, berjuang sendiri?” tanya Sandy tiba-tiba, seraya menatap mata Embun.

Embun tidak paham dengan pertanyaan Sandy. “Maksud kakak?”

“Kita berjuang bersama ya?” Sandy menggenggam kedua tangan Embun.

Embun sedikit terkejut, namun ia tidak menolak.

“Bukannya dari dulu kan kak?”

Sandy tersenyum, senyuman yang selalu terukir untuk Embun.

“Aku sayang sama kamu Embun, entah udah berapa kali kamu dengar hal ini keluar dari mulut aku, tapi—” Sandy menggantung ucapannya.

“Aku cinta sama kamu Embun, untuk yang pertama kali aku jatuh cinta sangat dalam, dan itu cuman ke kamu Embun,” lanjutnya.

Embun terdiam, namun hati jantung Embun berdetak kencang, seperti habis lari beribu kilometer.

“Aku tau kamu gak akan nerima aku, apalagi setelah Jonathan kembali— tapi izinkan aku untuk berjuang sama kamu Embun.”

Air mata Embun tidak tertahan lagi, ia benar-benar merasakan ketulusan Sandy sekarang, namun ia tidak bisa menerima Sandy.

“Ayo kak berjuang sama-sama, berjuang sampe akhir,” jawab Embun dengan suara bergetar.

Sandy menarik tubuh Embun ke pelukannya, ia memeluk erat tubuh Embun, menyalurkan semua perasaan nya.

“Terima kasih sudah bertahan, dan berjuang sampai sekarang— kamu tau Embun?”

Embun mendongakkan kepalanya, menatap mata Sandy. “Apa kak?”

“Mencintai kamu adalah hal terindah yang pernah aku rasakan— namun memiliki mu seutuhnya hanya menjadi mimpi indah yang akan ku ulang di setiap tidurku,” kata Sandy dengan suara khasnya yang sangat lembut, dengan tatapan mata yang tulus dan senyuman indah.

Embun kembali membenamkan wajahnya di dada bidang Sandy, ia menangis sejadi-jadinya disana. Ia merasa beruntung bisa mengenal Sandy, dan merasa bersalah tidak bisa mewujudkan mimpi yang terus-menerus di ulang Sandy dalam tidurnya.

Selama perjalanan, di mobil Sandy dipenuhi canda tawa dirinya dan juga Embun.

“Udah kak, gak capek apa ketawa terus,” ucap Embun yang masih tertawa.

Sandy tersenyum seraya menatap Embun sebelum ia kembali fokus menyetir.

“Kamu cantik Embun,” kata Sandy membuat Embun terdiam.

“Apasih kak, aku kan cewe makanya cantik. Kalo cowo namanya ganteng,” protes Embun, ia merasa mukanya memanas.

Sandy tersenyum menyadari Embun yang sedang malu sekarang. “Kayak aku?”

“Enggak hahahaha.”


“Pantai? Tumben kakak ngajak aku ke pantai?” tanya Embun ketika mobil mereka terparkir di sekitaran pantai.

Sandy mengangguk. “Kan kata aku, kemana aja aku mau Embun,” jawab Sandy. “Ayok,” lanjutnya mengajak Embun turun dari mobil.

“Kita makan dulu ya? Pantai Ancol lebih indah waktu malam, bentar lagi malam,” kata Sandy seraya menggenggam tangan Embun.

Embun mengangguk mengikuti kemanapun Sandy mengajaknya.

Embun sedikit merasa aneh dengan sikap Sandy yang tiba-tiba saja mengajak Embun ke pantai.

Memang Sandy sosok cowo yang sangat perhatian, apalagi terhadap Embun. Namun ketika ia mengajak Embun jalan biasanya dia akan menanyakan ke Embun terlebih dahulu.

Selama makan tidak ada satupun obrolan diantara mereka, karena Sandy tidak suka untuk berbicara di meja makan, dan hal itu diajarkan Sandy ke Embun dan Galaxy.

“Kak ini mahal banget, aku aja yang bayarin ya?” Kata Embun ketika ia melihat bill ditangannya.

“Aku yang ngajak, aku yang bayar lah,” tolak Sandy. “Ayok,” lanjutnya seraya menarik tangan Embun.


Kini Embun dan juga Sandy duduk di tepi pantai, tanpa alas. Memandang indah ombak dan juga merasakan dinginnya angin malam di pantai.

“Aku terakhir ke Ancol sama Jona,” kata Embun membuka topik pembicaraan.

Tidak ada jawaban dari Sandy, ia masih terdiam.

Embun mengayunkan tangannya di depan wajah Sandy. “Halo orangnya masih sadar kah?”

“Capek gak Embun, berjuang sendiri?” tanya Sandy tiba-tiba, seraya menatap mata Embun.

Embun tidak paham dengan pertanyaan Sandy. “Maksud kakak?”

“Kita berjuang bersama ya?” Sandy menggenggam kedua tangan Embun.

Embun sedikit terkejut, namun ia tidak menolak.

“Bukannya dari dulu kan kak?”

Sandy tersenyum, senyuman yang selalu terukir untuk Embun.

“Aku sayang sama kamu Embun, entah udah berapa kali kamu dengar hal ini keluar dari mulut aku, tapi—” Sandy menggantung ucapannya.

“Aku cinta sama kamu Embun, untuk yang pertama kali aku jatuh cinta sangat dalam, dan itu cuman ke kamu Embun,” lanjutnya.

Embun terdiam, namun hati jantung Embun berdetak kencang, seperti habis lari beribu kilometer.

“Aku tau kamu gak akan nerima aku, apalagi setelah Jonathan kembali— tapi izinkan aku untuk berjuang sama kamu Embun.”

Air mata Embun tidak tertahan lagi, ia benar-benar merasakan ketulusan Sandy sekarang, namun ia tidak bisa menerima Sandy.

“Ayo kak berjuang sama-sama, berjuang sampe akhir,” jawab Embun dengan suara bergetar.

Sandy menarik tubuh Embun ke pelukannya, ia memeluk erat tubuh Embun, menyalurkan semua perasaan nya.

“Terima kasih sudah bertahan, dan berjuang sampai sekarang— kamu tau Embun?”

Embun mendongakkan kepalanya, menatap mata Sandy. “Apa kak?”

“Mencintai kamu adalah hal terindah yang pernah aku rasakan— namun memiliki mu seutuhnya hanya menjadi mimpi indah yang akan ku ulang di setiap tidurku,” kata Sandy dengan suara khasnya yang sangat lembut, dengan tatapan mata yang tulus dan senyuman indah.

Embun kembali membenamkan wajahnya di dada bidang Sandy, ia menangis sejadi-jadinya disana. Ia merasa beruntung bisa mengenal Sandy, dan merasa bersalah tidak bisa mewujudkan mimpi yang terus-menerus di ulang Sandy dalam tidurnya.

“Nanti mintanya jangan banyak-banyak ya, kasihan om nya, kalo mau beli banyak pake card bunda yang ini aja oke?” Embun menyerahkan satu debit card miliknya, lalu memasukkan card tersebut di kantong baju Galaxy.

Galaxy mengangguk paham. “Siap bunda! Bunda kenapa gak ikut?” tanya Galaxy seraya memerengkan kepalanya.

“Bunda harus nemenin om papa hari ini, jadi Galaxy gapapa kan sendirian sama om Jona?”

Galaxy mengangguk. “Gapapa bunda, om Jona orang baik, kayak bunda,” jawabnya lalu mencium pipi Embun.

Beberapa saat kemudian orang yang tadi di tunggu akhirnya tiba.

“Om Jona!” Seru Galaxy bersemangat sambil berlari menuju Jonathan.

Dengan sigap Jonathan menyambut Galaxy dan langsung menggendongnya.

“Halo jagoan om Jona, udah siap jalan-jalan?”

“Siap dong!”

“Aku titip Galaxy ya Jona,” kata Embun seraya menatap mata Jonathan.

Jonathan mengangguk. “Iya, terima kasih ya,” balas Jonathan dengan senyum mengembang.

“Buat?”

“Kesempatan.”

Embun mengangguk, dan membalas senyum Jonathan. “Sama-sama Jona.”

Jonathan dan Galaxy pun berpamitan ke Embun, menyisakan Embun sendiri disana yang sedang menunggu Sandy.

Tidak lama Jonathan dan Galaxy pergi, Sandy pun tiba.

“Hai,” sapa Sandy membuat Embun sedikit tersentak kaget.

“Ngagetin kamu tuh,” protes Embun seraya memukul pelan lengan Sandy.

Sandy terkekeh sambil menahan tangan Embun yang tadinya memukul lengan dirinya.

“Lagian fokus banget ke masa lalu,” sindir Sandy ke Embun yang sedari tadi memang melihat ke arah jalanan.

“Ihh apasih!” Lagi-lagi Embun mencoba untuk memukul Sandy, namun Sandy berhasil menahan tangan Embun terlebih dahulu.

“Sakit tau,” rengek Sandy.

Embun menatap heran, padahal dirinya tidak memukul Sandy dengan kuat.

“Mana yang sakit?”

“Disini,” ucap Sandy seraya menunjuk dadanya.

Netra mereka saling bertatapan beberapa saat, sebelum tawa keduanya pecah, menertawakan satu sama lain.

“Mau apa kamu ngajak saya ketemuan?” tanya Embun ketus ke Bella.

Embun mengiyakan ajakan Bella untuk bertemu, dan kini mereka berdua berada di sebuah taman yang tidak jauh dari Apartemen Embun.

“Santai aja kali Embun,” balas Bella seakan-akan meremehkan Embun.

Embun terus menatap Bella dengan tatapan tidak suka, Bella menyadari hal itu.

“Selamat ya lo udah berhasil buat gue malu di hari yang gue kira, bakalan jadi hari terbahagia menurut gue,” kata Bella dengan tatapan lurus ke depan.

Embun tidak paham apa yang baru saja Bella katakan, namun ia yakin Bella sedang menyinggung hari dimana Jona lari dari acara lamaran dengan Bella.

“Gue gak nyalahin lo sepenuhnya, tapi gue tetep benci sama lo,” lanjut Bella seraya menatap Embun.

“Lo—”

“Gue bahagia waktu lo cerai sama Jona, gue bahagia waktu gue tau lo gak bisa punya anak, dan gue bahagia waktu lo menghilang selama bertahun-tahun,” potong Bella.

Kini ia menatap Galaxy yang sedang bermain tidak jauh dari keberadaan mereka.

“Tapi gue gak nyangka kalo lo lebih bahagia dari gue, bahkan lo punya anak sekarang.”

Rahang Embun mengeras, semua yang Bella katakan membuat emosi Embun meluap-luap.

“Gue bisa dapet raga Jonathan, tapi gue gak pernah dapet hati dia-” Bella menggantung ucapannya, ia menatap Embun lalu berkata, “dan lo tau itu karena siapa? Karena lo,” lanjutnya.

Embun tidak bisa lagi menahan emosinya. “Kalo kamu cuman mau marah sama saya, lebih baik saya perg-”

“Enak ya jadi lo Embun, selain lo punya hati Jonathan, lo juga punya anak dari Jonathan, gue boleh rebut mereka gak dari lo?”

Muka Embun memerah, dengan segera ia bangun dan hendak pergi dari sana, namun langkah Embun tertahan karena Bella menahan tangannya.

“Gue gak akan ngelakuin itu,” ucapnya seraya tertawa kecil, lalu menyuruh Embun untuk duduk kembali.

“Lo tau Embun? Gue pernah having sex with Jonathan,” ucap Bella.

Embun merasa jijik dengan Bella sekarang.

“Itu karena gue buat dia mabuk, tapi lo mau tau sesuatu yang menarik gak Embun? tanya Bella seraya menatap mata Embun.

“Bahkan saat mabuk, dan saat dia tidurin gue, dia nyebut nama lo Embun Gayatri,” ucapnya.

Embun dapat melihat mata Bella berkaca-kaca, Embun tidak egois ia dapat merasakan sakit yang Bella rasakan. Namun dilain sisi Embun juga merasakan hal yang sama.

“Gue boleh benci sama lo gak sih?” tanya Bella dengan suara bergetar, Bella menangis dihadapan Embun.

“J-jangan,” jawab Embun.

Bella memejamkan matanya, ia menghela nafas panjang sebelum kembali mengeluarkan keluh kesahnya ke Embun.

“Balik Embun, dia sayang sama lo,” kata Bella berhasil membuat Embun kebingungan.

“Dia sayang banget sama lo, dan anak lo butuh sosok ayah, anak lo butuh orang tua yang lengkap.”

Entah kenapa tiba-tiba rasa benci Embun terhadap Bella berkurang, ia merasa kasihan dan juga merasa bersalah terhadap Bella.

“Gue bakalan menjauh, gue bakalan hidup untuk menerima semua hukumannya.”

“Maksud kamu?” tanya Embun tidak paham.

“Gue harus menjalankan operasi pengangkatan rahim,” jawabnya.

Tiba-tiba saja air mata Embun lolos membasahi pipinya.

“Gak mungkin.” Embun tidak percaya akan hal tersebut.

“Mungkin Embun, gue dihukum karena udah ngegugurin anak gue dulu, dan ini hukuman untuk gue karena jahat sama lo.”

Bella menyeka air matanya. “Maafin gue ya, please kembali ke Jona, dia butuh lo Embun,” pinta Bella.

Bella berdiri dari duduknya, sebelum berpamitan ia sempat menatap Galaxy untuk beberapa saat.

“Gue pamit,” pamit Bella meninggalkan Embun seorang diri disana.

Embun masih terdiam, ia tidak tau harus berbuat apa sekarang. Hatinya terasa sakit ketika mendengar semua kalimat-kalimat yang keluar dari mulut Bella.

“Haruskah aku kembali?”

Bugh

Sandy melayangkan satu tonjokan ke muka Yudhis, membuat Yudhis hampir tersungkur.

Yudhis menerima kemarahan Sandy dengan pasrah, ia tidak melawan atau marah atas perlakuan Sandy terhadap dirinya.

“Maksud lo apa?” Tanya Sandy menagih penjelasan.

Yudhis menepuk pundak Sandy, namun dengan cepat ditepis oleh Sandy.

“Biarin Jona kenal sama anaknya,” jawab Yudhis dengan santai. Sandy hampir melayangkan satu tonjokan lagi, namun tangannya ditahan oleh Yudhis.

“Lo mau biarin gue mati sebelum semuanya jelas?” Yudhis menatap mata Sandy yang penuh amarah.

“Biar gue jelasin semuanya,” lanjut Yudhis.

FLASHBACK

5 tahun yang lalu

“Embun menderita tumor,” ucap dokter Keenan kepada Yudhis.

Yudhis sedang berada di rumah sakit, namun tidak sengaja ia melihat Embun disana.

Ia menanyakan kenapa Embun berada di rumah sakit, ia memperkenalkan diri sebagai sahabat Embun ke dokter Keenan.

“Maksudnya dok?” tanya Yudhis tidak percaya. “Gak mungkin dok,” bantah Yudhis.

“Embun sehat, bahkan dia baru melahirkan beberapa bulan yang lalu dok.” Yudhis sama sekali tidak percaya apa yang baru saja ia dengar.

Dokter Keenan mengangguk paham.

“Saya tau, Embun mengidap tumor stadium satu, kita akan berusaha untuk menyembuhkan Embun dengan semua pengobatan yang ada,” ucap Dokter Keenan.

“Kalo gitu lakukan dok, Embun mau kan dok? tanya Yudhis.

Dokter Keenan menghela nafasnya, ia terdiam sejenak. Yudhis masih menunggu jawaban dari dokter Keenan.

Dokter Keenan menggelengkan kepalanya. “Bantu saya untuk membujuk Embun agar mau Yudhis, kamu sahabatnya kan. Saya sangat peduli dengan Embun, dia mengingatkan saya kepada mendiang ibu saya,” jawab dokter Keenan.

Yudhis menghela nafasnya, ia menyandarkan tubuhnya di Sandara kursi. Perasaan Yudhis campur aduk sekarang.

“Sampai kapan Embun bisa bertahan?”

“Saya tidak tahu pasti, kemungkinan Embun bisa bertahan lima tahun kedepan, tapi dengan pengobatan bisa saja dia bertahan lebih lama.”

“Lakukan yang terbaik dok, saya akan bayar semuanya, pengobatan Embun. Dan jangan bilang bahwa saya tau tentang ini, terus bujuk dia saya mohon,” pinta Yudhis memohon.

Dokter Keenan mengangguk. “Sebisa mungkin saya bantu.”


Sandy terdiam mendengar semua penjelasan dari Yudhis. Ia tidak percaya, bahwa selama ini Embun hidup bersama dengan tumor yang ada di tubuhnya.

“Gak mungkin,” kata Sandy tidak percaya.

Yudhis mengangguk. “Dulunya gue juga gak percaya, sebelum gue lihat obat yang ada di toilet apartemen Embun.”

Sandy masih terdiam, ia sama sekali belum percaya.

“Embun cuman konsumsi obat, sebelum acara ulang tahun Galaxy, gue ditelepon oleh dokter Keenan,” ujar Yudhis dengan suara bergetar.

“Embun menderita Glioma batang otak, tumornya tumbuh jadi kanker ganas, gue gak paham apa yang dijelasin oleh dokter Keenan, yang gue inget hidup Embun udah gak lama lagi.” Suara Yudhis semakin mengecil.

Ucapan terakhir Yudhis membuat emosi Sandy kembali menggebu-gebu.

“Maksud lo apa hah?” tanya Sandy tidak terima.

Sandy menggenggam erat kerah baju Yudhis.

“Gue sayang sama Embun! Gue juga suka, cinta sama Embun, sama kayak lo!” Ungkap Yudhis berhasil membuat Sandy mendaratkan satu tonjokan di pipi kiri Yudhis.

Buggh

“Bangsat,” umpat Sandy.

“Tapi gue sadar San-” Yudhis memejamkan matanya ketakutan karena Sandy hendak memukulnya lagi.

“Setidaknya kalo emang gue gak bisa miliki dia, gue bisa buat dia hidup bahagia sebelum semuanya berakhir!” Teriak Yudhis sebelum ia benar-benar pasrah di tangan Sandy.

Acara ulang tahun Galaxy berjalan dengan lancar, serangkaian acara yang bernuansa Harry Potter membuat para tamu sangat menikmati acara tersebut.

Begitupun dengan Jonathan, senyum dan tawa yang dulu tidak pernah ia tampilkan lagi, kini dengan mudah ia berikan untuk Galaxy.

Jonathan menjadi pusat perhatian disana, selain dirinya yang memang terkenal sebagai pengusahaan sukses, outfit dirinya yang tidak sesuai dengan tema acara.

Semua tamu undangan telah diberikan pakaian lengkap bertema Harry Potter sesuai dengan asrama yang telah disediakan. Namun tidak dengan Jonathan, ia hanya mengenakan pakaian formal seperti biasanya, karena memang tujuan dirinya hari ini adalah untuk melamar Bella secara formal.

Jonathan benar-benar melupakan Bella dan juga acaranya hari ini.

“Pulang dari sini gue mau ngomong sama lo,” bisik Sandy yang berada di samping Yudhis.

Yudhis tersenyum tipis. “Kita selesaikan secara dewasa San, gue punya banyak jawaban atas pertanyaan-pertanyaan lo nantinya,” jawab Yudhis dengan santai.

Embun bisa merasakan ada aura yang berbeda dari Sandy, walaupun Sandy tetap tersenyum di depan Galaxy.

“Teh,” panggil Hujan.

Embun tersentak kaget. “Iya Hujan?”

Hujan tersenyum lalu ia menggenggam tangan Embun.

“Tuhan udah mendengar semua doa-doa kita,” kata Hujan seraya menatap Galaxy yang sedang bermain mengikuti arahan mc, ditemani oleh Jonathan.

Embun tersenyum tipis, ia tidak merasa bahwa ini adalah hal baik.

“Maksud kamu?”

“Teteh gak inget ya gimana capeknya kak Yudhis deketin dirinya ke Galaxy waktu di Paris?”

Embun seketika ingat, perjuangan Yudhis yang berkali-kali dicuekin dan dijauhi oleh Galaxy.

“Galaxy bukan anak yang cepet deket sama orang kan teh? Tapi lihat sama kak Jona, ayahnya sendiri. Bukan karena mainan yang dibawakan oleh kak Jona, tapi ikatan batin antara ayah dan anak yang sama sekali belum pernah ketemu teh.” Hujan menjelaskan semuanya ke Embun, iya sangat yakin bahwa kebahagiaan akan datang ke Embun sebentar lagi.

Semua yang dikatakan oleh Hujan semuanya benar, bahkan dulu Yudhis memberikan Galaxy beberapa mainan, hasilnya sama, Galaxy tidak mudah dekat dengan orang asing.

Embun menghela nafas panjang. “Teteh takut, Galaxy diambil,” lirih Embun.

Hujan menggeleng kuat. “Galaxy gak akan diambil oleh siapapun, tapi dia akan kembali ke pelukan keluarga lengkapnya, dirawat oleh kedua orang tua yang hebat,” kata Hujan meyakinkan Embun.

Embun tak sempat membalas perkataan Hujan, mereka dipanggil oleh Cherry untuk foto bersama.


Di lain sisi sudah hampir dua jam keluarga Jonathan dan juga Bella menunggu kehadiran Jonathan.

Begitu juga para tamu yang mulai jenuh.

“Pa, tadi Jona kemana?” Tanya mama Una ke papa Arkan dengan berbisik.

Papa Arkan menggelengkan kepalanya, tidak tau kemana Jonathan pergi.

Bella menahan rasa sakit, dan juga rasa malu sekarang. Ia sangat ingin menangis, hari dimana dia berbahagia dengan Jonathan, namun Jonathan sendiri yang merusak momen ini.

“Saya ada meeting penting hari ini, jika acaranya masih lama, saya permisi,” pamit salah satu tamu.

Disusul oleh beberapa tamu lainnya. Orang tua Bella menahan amarahnya, terutama papa Bella, ia tidak berhenti-henti menatap mata Bella penuh amarah.


Sedangkan Jonathan sekarang.

Ballroom hotel dimana ulang tahun Galaxy dipenuhi dengan tamu-tamu undangan. Dari teman-teman Galaxy hingga teman bisnis Sandy.

Embun sedang berbincang-bincang dengan beberapa orang tua dari teman-teman Galaxy.

Setelah mendapatkan pesan dari Jonathan, Embun mencari keberadaan Galaxy, untuk memberitahukan bahwa Jonathan hadir di acaranya.

“Abang,” panggil Embun ke Galaxy yang sedang berlari-lari dengan teman-temannya.

“Saya bunda,” jawab Galaxy dengan sopan.

“Om yang kasih kamu hadiah dateng, namanya om Jona, mau jemput?” Tanya Embun.

Tentu saja Galaxy mengangguk dengan mantap. “Mau bunda!” Jawab Galaxy dengan semangat.


“Om yang mirip Gala?” Kata Galaxy setelah berjumpa dengan Jonathan.

Jonathan tersenyum ke Galaxy. “Halo Galaxy, kenalin saya Jonathan,” ucap Jonathan memperkenalkan dirinya ke Galaxy, anak kandungnya sendiri.

“Om Jona, terima kasih banyak ya hadiahnya! Gala suka banget,” ucap Galaxy berterimakasih.

Jonathan mengangguk, ia merendahkan badannya agar bisa berbicara dengan Galaxy.

“Sama-sama, selamat ulang tahun Galaxy.”

“Om bawa kado?” tanya Galaxy membuat Jonathan terdiam.

Embun yang sedari tadi hanya diam, terkejut mendengar pertanyaan Galaxy.

“Galaxy, kan om udah kasih kamu hadiah kemarin,” tegur Embun.

Jonathan tersenyum tipis menatap Embun, hatinya sangat sakit ketika mendengar kenyataan bahwa dirinya hanyalah orang asing bagi Embun dan Galaxy.

“Gapapa, om gak bawa sekarang, tapi nanti om janji akan bawa kamu jalan-jalan dan beli hadiah, gimana?” tawar Jonathan agar Galaxy tidak kecewa.

Tentu saja Galaxy mengangguk dengan senang hati, ia berlari kecil dan memeluk kaki Jonathan, dengan cepat Jonathan jongkok agar dia bisa memeluk tubuh Galaxy.

Embun terdiam melihat hal tersebut, melihat anaknya kini berada di pelukan sang ayah.

MC memberitahu bahwa acara akan segera dimulai, membuat para tamu undangan bersiap-siap untuk menikmati acara ulang tahun Galaxy

“Om ayo kesana! Gala mau di gendong sama om, om tinggi nanti Galaxy kayak terbang!” Pinta Galaxy bersemangat.

Jonathan tidak langsung menjawab, ia menatap Embun untuk meminta izin.

Embun paham, ia segera mengangguk memberi izin.

Jonathan tersenyum lalu ia mengangkat tubuh kecil Galaxy, dan menggendongnya.

“Uwaaaa om tinggi banget!” Seru Galaxy.

Jonathan tertawa melihat tingkah lucu Galaxy, ia melangkahkan kakinya diikuti oleh Embun dari belakang.

Embun menatap punggung Jonathan yang perlahan menjauh, dengan Galaxy yang berada digendongnya.

'Suatu saat, apa kamu akan membawa Galaxy menjauh dari aku seperti ini Jo?' batin Embun.

“Bunda,” panggil Galaxy dari kursi penumpang. Kini mereka sedang dalam perjalanan menuju hotel, dimana ulang tahun Galaxy dirayakan.

“Iya abang?” jawab Embun dengan lembut.

“Om yang kemarin kasih Gala mainan diundang kan? Gala mau ucapin terima kasih,” kata Galaxy menanyakan om yang kemarin memberikan dirinya mainan, orang tersebut adalah Jonathan, ayah kandung Galaxy.

Embun tersenyum, lalu ia menatap Sandy yang sedang mengemudi, seakan-akan bertanya, apa yang harus ia jawab.

“Oh, om itu kerja sayang, jadi gak bisa dateng,” jawab Embun setelah berpikir lumayan lama.

Galaxy menunduk kecewa, padahal ia sudah sangat berharap akan ketemu dengan Jonathan hari ini.

“Kapan-kapan kan bisa abang.” Kini Sandy yang berbicara, namun tidak ada jawaban dari Galaxy, ia masih terdiam dan menunduk.


Mood Galaxy kembali membaik selama perjalan, kini mereka telah sampai di hotel bintang lima yang sangat mewah.

Galaxy berlari menuju pintu masuk hotel, Embun dan juga Sandy hanya menggelengkan kepalanya melihat Galaxy yang sangat aktif.

Buggh

Tidak sengaja Galaxy menabrak kaki seorang wanita dewasa di depannya. Dengan cepat wanita tersebut melihat ke arah Galaxy.

“Loh, kamu Galaxy yang ketemu tante di bandara kan?” tanya wanita tersebut ke Galaxy, dia adalah Una mama Jonathan.

Galaxy sempat berpikir sejenak. “Ante una!” Seru Galaxy.

Mama una tersenyum, ia berjongkok agar sejajar dengan Galaxy.

“Kamu udah gede ya. Pa! Jo! Ini loh anak yang mama ceritain ke kalian, mirip banget kan sama kamu Jo?”

Jonathan terdiam dan tertegun melihat Galaxy, sangat mirip dengannya karena memang Galaxy adalah darah daging Jonathan.

Namun Jonathan merasa senang ketika melihat Mama Una dekat dan sangat suka dengan Galaxy, dan sedikit takut jika mamanga akan mengetahui kebenaran nantinya.

“Kamu ngapain disini?” Tanya Mama Una ke Galaxy.

“Hari ini Gala ulang tahun, Gala rayain disini.”

“Loh, sendiri?”

Galaxy menggeleng. “Sama Bunda dan papa,” jawabnya lalu sahut anggukan oleh Mama Una.

“Abang jangan lari-lari dong!” Seru Embun seraya menghampiri Galaxy.

Mendengar suara Embun dan melihat sosok Embun kembali, membuat Mama Una terkejut ia segera berdiri di samping Jonathan.

“Bunda, itu ante Una, ante yang Gala ceritain pas habis naik pesawat tebang!” Seru Galaxy memperkenalkan Mama Una.

Embun menatap Mama una dengan perasaan takut dan khawatir.

“Ante Una, ini bundanya Gala, terus ini papanya Gala,” kata Galaxy memperkenalkan Embun dan juga Sandy secara bergantian.

Sandy sedikit terkejut karena Galaxy menyebutnya sebagai papa, terlebih lagi di depan Jonathan dan keluarganya.

Mereka semua terdiam, hanya Galaxy lah satu-satunya yang bersemangat di sana.

Galaxy meraih paper bag yang ada di tangan Sandy, ia mengeluarkan sebuah undangan bertema Hogwarts, sesuai dengan tema ulang tahunnya. Galaxy menyerahkan undangan tersebut ke Jonathan.

“Karena om mirip sama Gala, nanti om dateng ya ke ulang tahun Gala,” ucap Galaxy.

Jonathan menerima undangan tersebut, namun ia tidak menjawab ucapan Galaxy, ia hanya tersenyum tipis.

“Ayo bunda kita go!” Seru Galaxy seraya menarik tangan Embun dengan kuat, mau tidak mau Embun meninggalkan mereka semua tanpa berpamitan.

Sandy menundukkan badannya, lalu ia berkata, “maaf anak saya berisik, permisi.” Sandy pergi menghampiri Embun dan juga Galaxy.

“I-itu anak Embun Pa?” Tanya Mama Una ke Papa Arkan tidak percaya.

“Ada yang bisa saya bantu pak?” Tanya seorang pelayan toko perhiasan yang didatangi oleh Jonathan sekarang.

Jonathan sedari tadi hanya diam dan juga melihat-lihat semua cincin yang ada.

“Saya mau beli cincin untuk tunangan saya,” jawab Jonathan.

Pelayan tersebut tersenyum. “Kalo boleh tau nama tunangan tuan namanya siapa? Atau ada hal yang tuan inget dari dia?” Tanya pelayan itu lagi.

“Namanya Embun,” jawab Jonathan spontan. Namun Jonathan seketika sadar lalu ia berkata, “maksud saya Bella, cantik,” ucapnya.

Pelayan tersebut mengangguk paham, lalu ia mengambil sebuah cincin yang masih ada di kotaknya.

“Kalo gitu saya rekomendasikan in-”

“Yasudah itu saja,” potong Jonathan seraya menyerahkan debit cardnya, sambil tersenyum canggung ke pelayan tersebut.

Pelayan itu sedikit kebingungan, padahal ia belum selesai menjelaskan secara spesifik mengenai cincin tersebut.

“Baik tuan, mohon ditunggu sebentar, akan kami proses.”

Jonathan mengangguk, ia kembali melihat-lihat, tiba-tiba ia teringat akan sesuatu, ia kembali memanggil pelayan tersebut.

“Ada yang bisa dibantu lagi tuan?”

“Cincin buat ibu anak satu, kira-kira cocok yang mana? Dia wanita yang cantik, elegan, dan dewasa,” ucap Jonathan kini lebih jelas daripada tadi.

“Kalo boleh tau, umur ibu itu berapa tuan?”

“Dua puluh delapan tahun,” jawabnya.

Pelayan tersebut mengangguk. “Masih muda ya pak, kalo gitu saya akan merekomendasikan ini,” ucap Pelayan tersebut.

“Benitoite,” sahut Jonathan ketika melihat cincin tersebut.

Pelayan tersebut mengangguk. “Ini hanya satu yang diproduksi selama 5 tahun terakhir tuan, biasanya mereka yang membeli ini untuk istrinya yang baru saja berjuang antara hidup dan mati, ya walaupun ada dari mereka yang memberikan perhiasan yang terbuat dari Benitoite untuk kekasihnya.”

“Saya akan menjelaskan rinci mengenai Benitoite jika tuan berkenan.”

Jonathan menggeleng. “Saya sudah tau, saya mau ini satu,” ucap Jonathan membuat mata pelayan tersebut terbelalak kaget.

Benitoite adalah batu permata langka, salah satu batu permata termahal di dunia. Batu permata berwarna biru, siapapun yang memakainya pasti terlihat sangat cantik dan elegan.

“B-baik tuan,” jawab pelayan tersebut sedikit tidak percaya.


Outfit bapak Jona beli cincin