Panglimakun

Sudah hampir satu jam Jonathan menunggu Embun di luar apartemennya, Jonathan terus menerus mengecek chat yang ia kirim ke Embun, walaupun hanya dibaca oleh Embun.

“Ngapain lo kesini?” tanya Sandy yang baru saja tiba.

Jonathan tertawa kecil. “Seharusnya saya yang nanya kan? Ngapain kamu malam-malam ke apartemen wanita?”

Pertanyaan Jonathan membuat Sandy tertawa merendahkan Jonathan.

“Nyadar diri dong bro,” jawab Sandy tegas.

“Saya disini karena anak saya,” balas Jonathan dengan sombong.

Rahang Sandy mengeras, ia tidak bisa menahannya lagi.

Bugh

Sandy menonjok muka Jonathan tiba-tiba, membuat Jonathan hampir tersungkur.

“Lo gak malu? Tau diri Jonathan,” gertak Sandy. “Jangan sombong hanya karena hubungan darah.”

Ceklek

Suara pintu terbuka, menampakkan Embun yang berdiri tegap di sana, dengan kedua tangan yang ia lipat.

“Mau ngapain? Mau jadi jagoan di sini?” sarkas Embun.

“Boleh aku masuk Embun?” tanya Sandy meminta izin.

Embun mengangguk. “Biasanya juga langsung masuk kan kak,” jawab Embun.

Sandy senyum penuh kemenangan, ia bahkan senyum mengejek ke Jonathan sebelum masuk ke apartemen Embun.

“Mau ngapain Jo?”

Jonathan mengulurkan tangannya, menyerahkan paper bag yang berisikan mainan untuk Galaxy.

“Ini, buat Galaxy,” jawab Jonathan.

Embun melihat pinggir bibir Jonathan yang berdarah akibat tonjokan dari Sandy.

“Sebentar,” izin Embun, lalu ia kembali masuk ke apartemennya.

Embun keluar dengan sebuah plaster di tangannya.

“Ini, bisa pake sendiri kan?” tanya Embun seraya menyerahkan plaster tersebut.

Jonathan tersenyum dan mengangguk. “Bisa, terima kasih,” ucapnya.

“Terima kasih juga hadiahnya, tapi jangan sering-sering mainan Galaxy udah banyak, takutnya dia malah keasikan main,” balas Embun, seraya meraih paper bag yang ada di tangan Jonathan.

“Udah malam Jo, pulang gih, aku mau tidur. Kak Sandy juga mau aku suruh pulang, selamat malam Jonathan,” pamit Embun dengan segera masuk ke apartemennya.

“Emb-” belum sempat Jonathan menyelesaikan ucapannya, Embun benar-benar meninggalkannya sendiri di luar. “sekali lagi maaf.”

“Gue bercanda bro, yakali anak lo hahaha,” sambung Yudhis, seraya tertawa kencang. Bahkan dirinya sempat menjadi perhatian tamu-tamu yang hadir.

Muka Jonathan memerah emosi, ia segera menarik Yudhis keluar dari aula acara.

“Sendiri lagi, sendiri lagi,” monolog Rey meratapi nasibnya.

Beberapa menit kemudian acara selesai, Rey berinisiatif untuk menghampiri Embun, untuk memberitahukan kehadiran dirinya dan juga Jonathan.

“Hai Embun,” sapa Rey ketika sampai di bangku paling depan.

Embun tersentak kaget, ia gelagapan ketika melihat kehadiran Rey di sana.

“H-hai kak,” jawabnya gugup. “Sendiri aja kak?”

Rey menggeleng. “Boleh minta waktunya sebentar?” tanya Rey.

Embun mengangguk, kemudian ia menyuruh Sandy dan juga yang lain untuk pergi terlebih dahulu.

“Kenapa kak?” tanya Embun.

Rey menghela nafas panjang. “Gue tau ini bukan urusan gue, tapi kayaknya Jonathan sama Yudhis lagi adu jotos di luar, samperin, lurusin semua masalahnya,” jawab Rey.

Embun terdiam karena mengetahui Jonathan berada di sini.

Dengan cepat Embun keluar dari aula dan mencari dimana keberadaan Jonathan dan juga Yudhis.

Embun mencari di sekitaran sekolah, namun tidak ada tanda-tanda keberadaan mereka. Sampai akhirnya Embun benar-benar melihat dengan mata kepalanya sendiri, Jonathan yang sedang menghajar Yudhis habis-habisan.

Buggh

Satu tonjokan mendarat di pipi Yudhis, Yudhis hanya tersenyum menerima semua emosi yang disalurkan oleh Jonathan.

“Apa yang lo sembunyiin bangsat!” teriak Jonathan.

Muka Yudhis sudah dipenuhi memar merah akibat tonjokan dari Jonathan.

Sedari tadi ia hanya pasrah diperlakukan kasar oleh Jonathan, sampai akhirnya.

Buggh

Yudhis membalasnya, mendaratkan satu tonjokan di muka Jonathan.

“Mau lo apa? Semua salah lo, gara-gara lo Embun tersiksa ya bangsat! Kalo kayak gini waktu pertama kali kita ketemu dia, harusnya gue yang sama dia!” suara Yudhis meninggi, ia hampir menghajar Jonathan, namun tangannya tertahan karena suara Embun.

“Stop!” Teriak Embun penuh emosi.

Dengan cepat Embun menghampiri Jonathan dan juga Yudhis yang siap membunuh satu sama lain.

“Kalian itu orang berpendidikan, orang sukses! Gak malu sama gelar? Gak malu sama umur?” tohok Embun membuat mereka terdiam mematung.

Embun menatap ke arah Yudhis. “Galaxy nyariin, mungkin sekarang dia ada di kelas sama kak Sandy, samperin gih, anaknya ngambek,” suruh Embun.

Yudhis dengan segera meninggalkan Jonathan dan Embun berdua di sana.

Embun mengalihkan pandangannya ke Jonathan yang sedang menunduk.

“Gak malu sama umur Jo? Jangan kayak anak kecil,” geram Embun.

“Maaf,” lirih Jonathan dengan suara yang hampir tidak kedengaran.

Embun mendecak kesal, ia ingin meninggalkan Jonathan seorang diri di sana, namun langkahnya tertahan.

“Aku cuman mau tau siapa anak itu,” ucap Jonathan seraya menatap punggung Embun yang hendak menjauh dari dirinya.

Hati Embun terasa, ia membalikan badannya, dan kembali menatap mata Jonathan.

“Dia anak kamu Jo, Galaxy Dirgantara. Darah daging kamu, kita,” ucap Embun dengan suara bergetar.

Mendengar hal tersebut, kaki Jonathan melemah, bibirnya bergetar, air matanya jatuh membasahi pipinya.

“A-anak aku?” tanyanya memastikan.

Embun mengangguk, sudah saatnya Jonathan mengetahui keberadaan Galaxy.

“Seminggu setelah kamu tanda tangan surat perceraian kita, aku hamil Jo. Kenapa aku gak kabarin kamu? Orang tua kamu Jo.”

“T-tapi-”

“Bahkan saat hari dimana kamu disuruh untuk ceraiin aku, aku cuman test pack satu kali, aku gak dikasih kesempatan kedua atau untuk cek ke dokter Jo,” potong Embun.

“Karena yang orang tua kamu mau bukan anak dari aku, mereka sangat ingin keturunan dari kamu, tapi bukan dengan aku Jo.”

Air mata Jonathan tidak berhenti mengalir, semakin banyak ia mendengar penjelasan dari Embun, hatinya semakin sakit.

“Embun,” lirih Jonathan.

“Aku udah gak punya harapan untuk hidup lagi Jo, I tried to kill myself, sampe tiba-tiba aku kehadiran Galaxy,” ucap Embun lagi-lagi memotong ucapan Jonathan.

Embun menghela nafas panjang, membuang rasa sakitnya.

“Mereka bakalan nerima kamu Embun, dan anak kita,” balas Jonathan penuh penyesalan.

Embun menggeleng. “Kamu tau Jo, seberapa sering aku dapet ancaman dari mama kamu, bahkan Bella? Gak ada yang tau, karena aku tutupin semuanya.”

“Aku butuh kamu Jo, saat aku hamil, mual-mual, pusing gak jelas aku butuh kamu Jo-”

“Harusnya kamu bilang! Aku akan datang ke kamu Embun!” Gertak Jonathan dengan nada tinggi.

Hati Embun semakin sakit karena ia baru saja mendengar Jonathan membentaknya.

“Jo, Galaxy tumbuh dengan sehat, dia mendapatkan figur ayah dari orang yang tepat,” kata Embun menggantung. “Kak Sandy, adik tiri kamu,” lanjutnya.

Embun memberanikan untuk menatap mata Jonathan yang penuh emosi. “Saat aku hamil, saat aku kontraksi, bahkan saat aku berjuang antara hidup dan mati, dia yang ada di samping aku Jo. Aku ngalamin baby blues, aku ngehindar dari Galaxy selama dua hari, kak Sandy yang ada Jo.”

“Kenapa?”

Embun tersenyum lembut ke Jonathan. “Karena kamu berhak bahagia Jo.” Embun meraih tangan Jonathan, menggenggamnya dengan erat.

“Kebahagiaan kamu Bella, hidup bahagia dengan dia. Jangan lupain kita, tapi damai dengan masa lalu. Be yourself Jo, i know you can,” harap Embun, agar Jonathan bahagia dan menjadi dirinya sendiri setelah ini.

Embun melepaskan genggaman tangannya, ia kembali melangkahkan kakinya hendak meninggalkan Jonathan.

“Aku mau ketemu dia Embun, aku mau ketemu Galaxy,” pinta Jonathan penuh harap.

“Gak sekarang ya Jo? Aku permisi,” jawab Embun lalu ia benar-benar meninggalkan Jonathan seorang diri di sana.

Aula sekolah Galaxy dipenuhi oleh tepuk tangan meriah setelah penampilan dari beberapa murid tadi.

“Baiklah ibu-ibu dan bapak-bapak semuanya, ini penampilan terakhir kita, dari ananda Galaxy Dirgantara!” Seru salah satu guru Galaxy yang kini menjadi MC.

Ruangan kembali ribut, apalagi sorakan dari Cherry, Ara, dan juga Hujan. Sandy dan juga Embun yang melihat hal tersebut hanya tertawa.

Kini fokus mereka kembali ke Galaxy yang sudah berdiri tegap di atas panggung.

“Galaxy akan menyanyikan sebuah lagu, untuk ayah.”

Alunan piano membuka penampilan Galaxy, mata Galaxy terpejam menunggu saatnya dia akan bernyanyi.

“Engkaulah nafasku ,,, yang menjaga di dalam hidupku ,,, kau ajarkan aku menjadi yang terbaik,” Galaxy menyanyikan bait pertama dari lagu yang berjudul ayah.

Semua terpukau dengan penampilan Galaxy, sampai seketika layar di belakang Galaxy menampilkan sebuah video, video Galaxy dan juga Embun.

“Kau tak pernah lelah ,,,, sebagai penopang dalam hidup ku ,,, kau berikan aku semua yang terindah.” Galaxy tersenyum seraya menatap Embun yang berada di bangku penonton.

“Aku hanya memanggil mu ,,, ayah ,,, di saat ku kehilangan ,,, arah ,,, aku hanya mengingat mu ,,, ayah ,,, jika aku tlah jauh dari ,,, mu .. “

Video di layar tersebut masih memutar moment-moment Galaxy dan juga Embun selama di Paris. Semua penonton merasa heran dan takjub di satu saat.

Alunan merdu piano mengiri nyanyian Galaxy, Embun sangat terkejut melihat penampilan Galaxy sekarang. Bahkan ia sampai meneteskan air mata.

“Kau tak pernah lelah ,,, sebagai penopang dalam hidupku ,,, kau berikan aku ,,, semua ,,, yang terindah.”

“Aku hanya memanggil mu ayah, di saat ku kehilangan ,,, arah ,,, aku hanya mengingat mu ,,, ayah ,,, jika aku tlah jauh dari mu.”

Galaxy terus menyanyikan lagu tersebut hingga akhir. Sebelum mengakhiri penampilannya, Galaxy menunduk ke semua orang.

Para penonton semua berdiri, memberi pujian atas penampilan mereka.

“Galaxy tidak mempunyai ayah, tapi Galaxy punya bunda yang telah menjadi ayah untuk Galaxy,” kata Galaxy setelah penampilannya selesai.

Ia mengambil sebuah bunga yang ada di meja tidak jauh dari dirinya. Galaxy berjalan menghampiri Embun.

Galaxy menarik Embun hingga ke atas panggung, tentu saja hal tersebut membuat Embun terkejut.

“Bunda, terima kasih sudah menjadi ayah yang baik untuk Gala, ini bunga untuk bunda. Selamat hari ayah,” ucap Galaxy seraya menyerahkan bunga tersebut untuk Embun.

Sandy berdiri dari duduknya, ia bertepuk tangan diikuti oleh Daffa, dan kini satu ruangan tersebut ikut bertepuk tangan untuk Galaxy dan juga Embun.

Embun menerima bunga pemberian dari Galaxy, lalu ia memeluk Galaxy dengan erat.

“Bunda bangga sama kamu, terima kasih abang,” ucap Embun.

Galaxy melonggarkan pelukannya, ia mengusap air mata Embun.

“I love you bunda.”

“I love you too abang.”


Dari jauh, Yudhis, Rey, dan juga Jonathan yang dari tadi juga hadir di acara tersebut, hanya diam, sebelum Yudhis melontarkan sebuah kalimat yang membuat Jonathan terkejut.

“Kalo gue bilang dia anak lo sama Embun, lo bakalan gimana?”

Setelah menjemput Galaxy dari sekolah TK nya, terjadi sedikit cek-cok antara Galaxy dan juga Embun.

Kini di mobil tidak ada canda tawa diantara mereka, Embun sangat merasa bersalah karena telah memarahi Galaxy tadi.

Sesampainya di apartemen, Galaxy menyelonong masuk tanpa permisi. Bahkan ia melempar tas nya dengan asal.

“Galaxy!” Panggil Embun dengan suara meninggi.

Galaxy berbalik badan dan menatap bundanya yang sedang marah.

“Kenapa bunda marahin Galaxy? Galaxy cuman mau ayah! Acara di sekolah Galaxy nanti, Galaxy harus nyanyi untuk ayah! Kenapa bunda marah!” Jawab Galaxy sedikit berteriak.

Tentu saja hal itu membuat Embun terkejut, ia begitu mengenali anaknya, Galaxy Dirgantara yang hampir berusia lima tahun.

Galaxy memang lebih pintar dibandingkan anak-anak lain seumuran dengan dia, namun Embun tidak menyangka hari ini dapat bentakan dari anaknya sendiri.

Embun segera menghampiri Galaxy, ia menggenggam kuat lengan Galaxy.

“Kenapa abang bentak bunda?” Mata Embun mulai berkaca-kaca. “Abang gak inget? Bunda adalah Ayah Galaxy.”

“Kenapa Galaxy gak punya ayah Bunda? Temen-temen Galaxy punya,” keluh Galaxy.

Embun terdiam, kini sudah hampir satu tahun semenjak ia kembali lagi ke Indonesia, dan juga hampir satu tahun Jonathan terus menerus menanyakan siapa Galaxy.

“Maafin bunda,” ucap Embun tak bisa menahan air matanya. Ia sangat merasa bersalah kepada Galaxy, apa dia salah telah mengabaikan Jonathan?

Ceklek

Pintu apartemen Embun terbuka, menampakkan Sandy, Ara dan juga Hujan yang baru saja masuk ke apartemen mereka.

Karena tidak mau ketahuan, Embun segera berlari ke kamarnya. Namun Ara dan juga Hujan dengan segera mengikuti Embun.

“Abang kenapa?” Tanya Sandy menghampiri Galaxy yang sedan menunduk.

“Nanti ada acara di sekolah Gala om papa, acara untuk ayah. Galaxy gak punya ayah,” jawab Galaxy. “Kenapa Galaxy gak punya ayah om papa?” Tanya Galaxy seraya menatap Sandy.

Sandy tersenyum lembut ke Galaxy, ia meraih tangan Galaxy dan membawa tubuh Galaxy ke pelukannya.

“Abang, di dunia ini ada empat jalan kehidupan, yang pertama anak kecil, kedua remaja, ketiga dewasa, dan keempat orang tua,” ucap Sandy menjelaskan. “Kamu paham maksud om papa?”

Galaxy menggeleng.

“Itu karena kamu masih di jalan yang pertama, anak kecil. Anak kecil ngapain aja? Main, belajar, itu yang dilakukan anak kecil,” jawab Sandy.

“Disini,” ucap Sandy seraya menunjuk kepala Galaxy. “Abang belum sanggup untuk memikirkan hal itu, Abang paham?”

Kini Galaxy mengangguk paham.

“Ada saatnya Galaxy tau, kemana ayah Galaxy, siapa ayah Galaxy. Untuk acara itu, ada om papa kan? Uncle Daffa, sama om Yudhis, sekarang minta maaf ke bunda ya?”

Galaxy memeluk leher Sandy. “Maaf om papa,” lirihnya.

Sandy pun mengangkat tubuh Galaxy, menggendong tubuh Galaxy. “Wah, om papa gak nyangka punya anak sepintar Abang,” puji Sandy seraya melangkahkan kakinya ke kamar Embun.

“Bunda,” panggil Galaxy dengan suara pelan, karena ia baru saja terbangun dari tidurnya.

Embun yang tadi sedang melamun, tersentak kaget karena mendengar suara buah hatinya.

“Abang,” sahut Embun. “Kok abang bangun lagi?”

Galaxy melangkahkan kakinya dan duduk di pangkuan Embun.

“Karena bunda gak ada di samping Galaxy,” jawab Galaxy dengan tenang.

Embun tersenyum, lalu ia memeluk erat tubuh Galaxy. Galaxy mengusap pipi Embun yang basah akibat air matanya.

“Bunda nangis?” Tanya Galaxy.

Embun menggeleng dengan cepat. “Bunda habis kupas bawang, itu ada pisau di meja,” jawab Embun seraya menunjuk pisau yang benar ada di meja di depan mereka.

“Bunda suruh Galaxy supaya enggak bohong, tapi kenapa bunda bohong?” Tanya Galaxy tidak percaya dengan jawaban Embun.

Embun tersenyum lalu mencium pipi gembul Galaxy. “Gimana tadi sekolahnya? Maaf bunda baru nanya, abang happy?” Tanya Embun mengalihkan topik.

Galaxy mengangguk dengan semangat. “Tadi Galaxy ditanyai cita-cita sama ibu guru!” Jawabnya.

“Wowww, terus cita-cita abang apa? Bunda aja belum tau cita-cita abang.”

“Dokter.” Galaxy menjawab dengan tekat yang kuat.

Embun tersenyum gembira mendengar jawaban Galaxy, ia tidak menyangkal bahwa Galaxy sudah memikirkan cita-citanya sekarang, walaupun nanti bisa saja berganti.

“Kenapa abang mau jadi dokter?”

“Supaya bunda enggak telepon dokter Keenan lagi, kalo bunda sakit nanti Galaxy yang obati, kaya dokter Citra obati Galaxy waktu Galaxy demam,” jawab Galaxy dengan tenang.

Jawaban Galaxy berhasil membuat Embun terdiam, ia seketika berpikir apakah ia akan bertahan hingga saat itu? Hingga saat Galaxy menjadi seorang dokter yang sukses.

Embun tersenyum lalu ia berkata, “belajar yang rajin ya abang? Biar bunda dapet pengobatan gratis dari abang!”

Galaxy tertawa. “Bayar pake eksrim dong bunda!” Balasnya jahil.

Embun ikut tertawa mendengar kejahilan Galaxy, ia memeluk erat tubuh Galaxy. Embun tidak ingin melepaskan Galaxy saat ini, atau sampai kapanpun itu.

Malam telah tiba, kini Embun dan juga Galaxy sedang berada di kasur untuk beristirahat. Namun seperti biasanya, sebelum tidur banyak hal yang akan dipertanyakan oleh Galaxy.

“Bunda, apa itu ayah?” Satu pertanyaan yang keluar dari mulut Galaxy berhasil membuat Embun tersentak.

“Tadi pas abang sama aunty Ara dan aunty Hujan jajan, abang dengar anak kecil manggil ayah,” lanjutnya.

Embun tersenyum ia semakin mengeratkan pelukannya.

“Ayah itu adalah seseorang yang bertanggung jawab atas keluarga,” jawab Embun.

“Tanggung jawab?”

“Iya sayang, tanggung jawab, dimana seorang ayah akan menanggung semua hal yang terjadi pada keluarga kecilnya. Selain bunda seorang anak juga memiliki seorang ayah.”

Tidak ada jawaban dari Galaxy, ia masih terdiam.

“Abang gak punya ayah?” Lagi dan lagi pertanyaan yang keluar dari mulut Galaxy berhasil membuat dada Embun sakit.

“Bunda, bunda yang menjadi seorang ayah untuk abang, bunda akan bertanggung jawab untuk apapun yang terjadi di keluarga kecil kita! Kalo nanti abang sakit, bunda yang obati, kalo nanti ada yang jahat bunda yang marahin,” jawab Embun seraya kening Galaxy.

Galaxy menatap mata bundanya yang tidak sengaja meneteskan air mata.

Galaxy berbeda dari anak-anak seumurannya. Dia adalah anak yang sangat bijak, dan juga pintar.

Bahkan kepintaran dan kebijakannya dapat membuat siapapun terpukau.

Dengan segera Galaxy mengusap air mata Embun.

“Bunda adalah Ayah, ayah adalah Bunda.” Galaxy tersenyum.

Embun mengangguk, ia kembali memeluk Galaxy dengan erat.

Embun sangat ingin menangis sekarang, menangis dengan keras.

'maaf, maaf bunda gagal menghadirkan sosok ayah buat kamu nak, namun bunda akan berusaha menjadi ayah di hidup kamu Galaxy Dirgantara.'


Jonathan baru saja tiba di apartemen Embun. Namun ia tidak punya keberanian untuk memencet bel apartemen Embun.

Ini bukan yang pertama kalinya bagi Jonathan, hari ini tepat dimana tanggal dirinya menikah dengan Embun, dan juga hari dimana ia berpisah dengan Embun.

“Saya telah melakukan kesalahan dan dosa besar Embun, apakah saya masih punya kesempatan untuk kembali?” Tanyanya seakan-akan dapat merasakan kehadiran Embun disana.

Malam telah tiba, kini Embun dan juga Galaxy sedang berada di kasur untuk beristirahat. Namun seperti biasanya, sebelum tidur banyak hal yang akan dipertanyakan oleh Galaxy.

“Bunda, apa itu ayah?” Satu pertanyaan yang keluar dari mulut Galaxy berhasil membuat Embun tersentak.

“Tadi pas abang sama aunty Ara dan aunty Hujan jajan, abang dengar anak kecil manggil ayah,” lanjutnya.

Embun tersenyum ia semakin mengeratkan pelukannya.

“Ayah itu adalah seseorang yang bertanggung jawab atas keluarga,” jawab Embun.

“Tanggung jawab?”

“Iya sayang, tanggung jawab, dimana seorang ayah akan menanggung semua hal yang terjadi pada keluarga kecilnya. Selain bunda seorang anak juga memiliki seorang ayah.”

Tidak ada jawaban dari Galaxy, ia masih terdiam.

“Abang gak punya ayah?” Lagi dan lagi pertanyaan yang keluar dari mulut Galaxy berhasil membuat dada Embun sakit.

“Bunda, bunda yang menjadi seorang ayah untuk abang, bunda akan bertanggung jawab untuk apapun yang terjadi di keluarga kecil kita! Kalo nanti abang sakit, bunda yang obati, kalo nanti ada yang jahat bunda yang marahin,” jawab Embun seraya kening Galaxy.

Galaxy menatap mata bundanya yang tidak sengaja meneteskan air mata.

Galaxy berbeda dari anak-anak seumurannya. Dia adalah anak yang sangat bijak, dan juga pintar.

Bahkan kepintaran dan kebijakannya dapat membuat siapapun terpukau.

Dengan segera Galaxy mengusap air mata Embun.

“Bunda adalah Ayah, ayah adalah Bunda.” Galaxy tersenyum.

Embun mengangguk, ia kembali memeluk Galaxy dengan erat.

Embun sangat ingin menangis sekarang, menangis dengan keras.

'maaf, maaf bunda gagal menghadirkan sosok ayah buat kamu nak, namun bunda akan berusaha menjadi ayah di hidup kamu Galaxy Dirgantara.'

Sandy sibuk menurunkan semua barang-barang Embun dan Galaxy setibanya mereka di Apartemen.

Sandy tadi dibantu oleh Daffa dan juga Yudhis, namun sekarang tinggal satu tas lagi, jadi dia bisa membawanya sendiri.

“Kak!” Panggil Ara.

Sandy membalikkan badan melihat Ara yang berjalan kearahnya sesekali melihat kebelakang.

“Kenapa?”

“Boleh ngomong sebentar?” Tanya Ara disahut anggukan oleh Sandy.

Ara menarik nafas mengumpulkan keberaniannya.

“Tadi Galaxy ketemu sama Tante Una, mamanya Jonathan,” kata Ara dengan cepat.

“Yang tadi Ara nyari Galaxy, itu tadi Galaxy lagi ngomong sama Tante Una,” lanjutnya.

Sandy terdiam, ia bingung harus menjawab apa.

“Ara gatau hubungan kakak sama kak Embun itu apa, tapi-” Ara menggantung ucapannya, ia menunduk. “Jangan sampe Galaxy jatuh ke tangan mereka ya kak,” lanjutnya.

Tanpa permisi Ara segera berbalik badan dan melangkahkan kakinya meninggalkan Sandy yang terdiam mematung.

“Tidak akan,” monolog Sandy dengan tegas. Sampai kapanpun ia tidak akan membiarkan Galaxy kembali ke mereka.


“Kalo ini apa?” Tanya Ara ke Galaxy.

Kini Galaxy, Ara dan juga Hujan sedang membaca sebuah buku di kamar Embun, membiarkan orang-orang dewasa berbincang di luar sana.

Galaxy menghela nafas, ia merasa bosan. “Elephant,” jawab Galaxy menjawab dengan singkat.

“Good boy!” Seru Ara seraya mengacak-acak rambut keponakannya.

“Aunty Ara! Galaxy udah tau semua macam-macam hewan, bunda udah bacain buku ini seratus kali untuk Galaxy,” protes Galaxy ke Ara.

Hujan yang mendengar hal itu pun tertawa terbahak-bahak sampai tubuhnya jatuh ke bawah kasur, namun ia tidak peduli ia tetap lanjut menertawai Ara.

Ara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Hehehe, abang mau eskrim gak?” Tanya Ara mengalihkan topik.

“Mau!!!” Jawab Galaxy bersemangat.

“Minta duitnya gih, tapi sama om papa aja, jangan sama bunda ya?”

Galaxy mengangguk paham, ia segera keluar dari kamar.

Hujan yang dari tadi tidak berhenti tertawa mendapat satu lemparan bantal dari Ara.

“Ihhh ngejek aja bisanya!” Gerutu Ara.


Galaxy berjalan menuju ruang tengah dimana Sandy, Daffa, Cherry dan juga Yudhis berada. Namun tidak ada Embun disana, entah dimana sang bunda berada.

Setelah dekat dengan Sandy, Galaxy duduk di pangkuan Sandy, membuat Sandy sedikit keheranan.

“Kenapa abang? Udah baca bukunya?” Tanya Sandy.

Galaxy mengangguk, ia memberi kode agar Sandy sedikit menunduk agar dirinya bisa berbisik.

“Om papa, abang boleh minta duit buat beli eskrim? Aunty Ara yang suruh, tapi abang juga mau eskrim,” tanyanya dengan berbisik.

Sandy tertawa gemas dengan tingkah Galaxy, ia segera mengeluarkan dompetnya dari kantong dan mengeluarkan sebuah debit card.

“Ini, suruh aunty Ara yang bayar,” kata Sandy menyerahkan debit card nya.

Galaxy merasa heran dan merasa asing dengan dengan benda itu.

“Ini bisa buat beli eskrim?” Tanya Galaxy dengan polosnya.

“Buat beli mobil juga bisa abang, ayok beli sama om,” celetuk Yudhis tiba-tiba.

“Bisa abang,” jawab Sandy.

Galaxy mengangguk paham. “Boleh tambah Chiki tidak om papa?” Tanyanya lagi.

Sandy mengangguk. “Beli yang abang mau ya.”

“Yeayyy!” Galaxy bersorak kegirangan, lalu ia mengecup pipi Sandy. “Terima kasih banyak om papa!”

Galaxy segera beranjak dari sana, namun langkahnya tertahan karena Cherry.

“Aunty juga mau dicium!” Pinta Cherry tak mau kalah.

Dengan cepat Galaxy mengecup kedua pipi Cherry secara bergantian.

“Aaa terima kasih ganteng!”

Galaxy mengangguk dan kembali melangkahkan kakinya, namun ia berpapasan dengan Embun yang baru saja keluar dari toilet.

“Bunda!”

Embun berjongkok agar posisinya setara dengan Galaxy.

“Iya, kenapa abang?”

Galaxy menunjukan debit card milik Sandy tadi, Sandy sudah memasang wajah bersiap-siap disemprot oleh Embun sekarang.

“Abang mau jajan !”

“Loh itu punya siapa? Pake punya bunda aja ya.”

“Punya aku,” jawab Sandy.

“Ihh gak gak, pake punya bunda aja ya –”

“Gapapa Embun, Ara juga mau pake, jadi pake punya aku aja,” ucap Sandy memotong ucapan Embun.

Embun pasrah, ia kembali memasukkan dompetnya ke saku celana yang ia kenakan.

“Beli eskrim satu, Chiki satu udah cukup ya?”

Galaxy mengerucutkan bibirnya, dan menunduk sedih karena jajannya dibatasi.

“Biarin aja Embun, abang beli aja apa yang abang mau ya,” kata Sandy membuat Galaxy kembali ceria.

“Tapi kak, nanti kebanyakan Abang bisa batuk juga!”

“Kan bisa disimpan Embun, gak mungkin juga Galaxy sekali makan,” ucap Daffa membela Sandy.

Embun menghela nafas, ia melihat Galaxy yang sudah menghilang dari hadapannya sudah dipastikan pergi masuk ke kamarnya dimana Ara dan juga Hujan berada.

“Kak kamu kenapa manjain Galaxy kayak gitu sih?” Protes Embun.

“Ya gapapa, selagi dia masih kecil Embun.”

“Sebenernya bukan masalah itu sih san,” ucap Yudhis menarik perhatian mereka semua. “Embun cemburu tuh minta dimanjain juga,” lanjutnya berhasil mendapatkan tatapan tajam dari Embun.

“Emang iya Embun?” Tanya Sandy.

Embun kedapatan salah tingkah, dengan segera ia menggeleng tidak setuju.

“Ya enggaklah!” Jawabnya tegas membuat Sandy, Yudhis, Daffa, dan juga Cherry tertawa.

“Jadi gimana? Galaxy jadi di sekolahin disini?” Tanya Cherry kembali membuka topik pembicaraan serius.

“Galaxy!” Suara teriakan gadis muda menghampiri Galaxy yang berada di hadapan Una.

“Aunty Ara!” Jawab Galaxy dengan lantang menjawab panggilan dari aunty nya tersebut.

Ara dengan segera meraih Galaxy dan menggendongnya.

“Ini anak kamu?” Tanya Una ke Ara.

Ara menggeleng kuat, dan menatap Una dengan tatapan tidak suka.

“Ini keponakan saya, saya duluan ya nek. Kebetulan rombongan kita udah di depan, terima kasih sudah menjaga keponakan saya, sehat selalu nek,” jawab Ara lalu dengan segera pergi dari hadapan Una.

Una sedikit kesal dengan Ara, apalagi ketika dia dipanggil dengan sebutan nenek.

“Ma,” suara berat seorang pria paruh baya menghampiri Una. “Kenapa ma?” Tanyanya seraya menepuk bahu Una.

Una tersentak. “Gapapa pa,” jawabnya singkat.

“Yakin?”

“Tadi mama jumpa anak kecil, mirip banget sama Jonathan pa, mama jadi bayangin itu anak Jonathan sama Bella.”

Arkananta tertawa mendengar penuturan Una. “Mungkin cuman kebetulan aja ma, itu mereka ayok,” ajak Arkananta ketika melihat anaknya dan juga Bella yang sedang berjalan menuju mereka.

“Pa gimana liburannya?” Tanya Jonathan seraya menyalami papa dan mamanya.

“Seru,” jawab Arkananta.

“Tan! Ayo kita ke mall, salon atau apa gitu. Bella kangen banget sama Tante!” Seru Bella dengan manja seraya memeluk Una.

“Ayo!” Jawab Una tak kalah semangat.


Di mobil satu ada Embun, Sandy, Ara, Hujan dan tentu saja Galaxy. Dan di mobil satunya lagi ada Daffa, Yudhis dan Cherry yang mengikuti mobil Embun dari belakang.

“Bunda,” panggil Galaxy yang kini ada di pangkuan Embun.

“Iya sayang?” Jawab Embun dengan lembut.

“Tadi Galaxy ketemu ante di bandara, terus ante itu bilang Galaxy mirip sama anaknya,” kata Galaxy melaporkan apa yang baru saja terjadi.

Embun mengerutkan keningnya. “Oh ya? Terus abang jawab apa?”

“Abang jawab, berarti ganteng ya? Soalnya abang kan ganteng!” Jawab Galaxy penuh percaya diri.

Satu mobil tertawa mendengar jawaban dari Galaxy, jawaban narsis dari anak yang belum genap berumur empat tahun.

Embun mencium gemas pipi anaknya. “Siapa yang ajarin sih?”

“Om papa!” Sahut Galaxy seraya menunjuk Sandy yang sedari tadi fokus menyetir.

“Gak heran sih Ara,” celetuk Ara.

“Tos aunty,” ucap Galaxy mengajak Ara untuk tos.

“Aunty Hujan juga!” Ujar Galaxy kemudian.

Sandy menggelengkan kepalanya, dan tertawa tipis. “Om papa terus yang kena,” protes Sandy.


“Abang jangan lari-lari!” Teriak Embun memperingati Galaxy yang tidak bisa diam sedari tadi setelah Landing.

“Biarin aja Embun, gapapa,” ucap Sandy.

“Nanti kalo ketabrak orang? Hilang? Kakak mau tanggung jawab?” Omel Embun membuat Sandy terdiam.

Embun mengecek handphonenya dan membaca pesan dari Hujan.

“Kayaknya kita tunggu di dalam aja deh kak, sekalian jalan-jalan dulu sekitaran sini. Mereka masih kejebak macet,” kata Embun seraya memperlihatkan chat Hujan.

“Itu kan tadi 2 jam yang lalu Embun, siapa tau udah nyampe kan?”

“Iya juga ya.” Embun mengangguk setuju.

Embun melihat Galaxy yang berlari menuju arah mereka, ketika Embun hendak menangkapnya ternyata Galaxy menghindari Embun, dan berlari semakin jauh.

Bughh

Galaxy menabrak seseorang, seorang wanita paruh baya.

“Aduh anak siapa ini? Tante gak lihat kamu sayang, kamu gapapa?” Tanya wanita tersebut.

Galaxy mengangguk dan mengusap-usap kepalanya sedikit. “Maaf ya ante, ante gapapa?” Tanya Galaxy.

Wanita paruh baya itu berjongkok dan meraih tangan Galaxy.

“Nama kamu siapa ganteng?”

“Galaxy ante,” jawab Galaxy tanpa takut.

“Nama Tante, Tante Una. Tante gapapa, kamu mirip banget sama anak tante,” kata Tante Una.

Tante Una, mama dari Jonathan mantan suami Embun dan juga ayah dari Galaxy. Seharusnya Galaxy memanggil dirinya dengan sebutan nenek atau Oma.

“Pasti ganteng kan?” Tanya Galaxy dengan pedenya.

Tante Una tertawa. “Banget dong, orang tua kamu mana sayang?”

“Ada! Sebentar ya ante,” jawab Galaxy sembari melihat-lihat dimana keberadaan Embun dan Sandy.