Ran akan jadi kaki buat Fito, selama Fito membutuhkan Ran.
“Bunda,” panggil Ran ketika sampai ke rumah Fito.
“Nak Ran, tolongin bunda ya,” mohon bunda.
“Emang kenapa bunda?” tanya Ran khawatir.
“Fito udah hampir dua minggu gak keluar kamar nak, bunda khawatir.”
Ran terdiam kaget, kenapa Fito melakukan hal itu?
“Kenapa bunda?”
“Beberapa hari yang lalu, bunda aja Fito jalan-jalan ke mall, dia jumpa sama mantan pacarnya dulu, dan Fito kembali down nak,” jawab bunda sambil menangis.
Ran lagi-lagi dibuat terkejut, ia terdiam membungkam mulutnya dengan kedua tangan.
“Bantu bunda ya nak, ini ada kunci cadangan kamar Fito, bantu bunda ya?”
“Kenapa Ran, bunda?”
Bunda tertegun. “Karena bunda gak berani nak, bunda trauma, bunda takut,” lirih bunda.
Tanpa berpikir panjang Ran mengambil kunci cadangan kamar Fito, lalu ia melangkahkan kakinya menuju kamar Fito.
Awalnya Ran tidak berani, namun ia khawatir dengan keadaan Fito, walaupun Ran tidak mengingat apapun moment dirinya dengan Fito, dirinya selalu menulis di buku apa yang pernah ia lakukan dengan Fito.
Ran teringat bahwa Fito mempunyai luka bekas self harm, mendengar kata down Ran menjadi semakin khawatir.
Dengan tangan yang bergetar Ran perlahan membuka pintu kamar Fito.
Ceklek
Pintu kamar Fito terbuka, perlahan Ran melangkah masuk, ia melihat Fito yang sedang terduduk di kursi rodanya menghadap ke luar jendela kamarnya.
Ran tidak lupa menutup kembali pintu kamar Fito, perlahan ia menghampiri Fito.
“Fito marah sama Ran?” tanya Ran memberanikan diri.
Tidak ada jawaban dari Fito, ia masih terdiam. Tatapan Fito kosong ke depan.
Ran dapat melihat darah mengalir dari lengan kiri Fito. Ran yakin, Fito baru saja menyakiti dirinya sendiri.
“Kenapa Fito?”
“Karena kamu mirip dengan dia.” suara Fito membuat Ran terkejut, suara Fito tidak ramah seperti biasanya.
Ran tersenyum kecut, ia kembali melangkahkan kakinya mendekat.
“It's okay kalo Fito benci Ran, tapi jangan benci diri Fito sendiri.”
“Aku gak pantas hidup.”
Ran membelalakkan matanya kaget.
“Kata siapa Fito?”
“Aku lumpuh, aku gak sempurna, gak ada satupun yang mau berteman sama aku.” Suara Fito meninggi.
Ran tertegun ketakutan. “Ran— Ran yang akan menjadi teman Fito,” ucap Ran.
Kini Ran berdiri tepat di depan Fito, ia tidak peduli jika Fito akan marah kepada dirinya sekarang.
“Ran akan jadi kaki buat Fito, selama Fito membutuhkan Ran, mirip bukan berarti sama Fito,” ucapnya dengan mata menatap Fito.
Fito kembali menatap mata Ran, mata Fito merah dan sayu, Ran yakin Fito belum tidur sama sekali.
Melihat kondisi Fito, Ran dengan cepat mencari keberadaan kotak p3k, setelah mendapatkannya ia langsung jongkok di samping kiri Fito.
“Ran pernah bilang, jangan pernah benci diri Fito sendiri, karena itu tugas orang lain— kalo Fito gak sayang diri Fito sendiri, bagaimana dengan orang lain?”
“Tapi aku benci diri aku sendiri—”
Tangan Ran bergerak membersihkan bekas goresan pisau di tangan Fito.
Untungnya Fito tidak melawan saat Ran mengobati bekas self harm dirinya tersebut.
Setelah mengobati luka Fito, Ran kembali berdiri di hadapan Fito.
“Apa dengan ngelukai diri sendiri, semuanya akan berakhir?”
“Bagaimanapun dengan kamu? Bukannya kamu ngelakuin hal yang sama?”
Ran tersenyum dan mengangguk, benar apa yang dikatakan Fito.
“Itu dulu, sekarang Ran mau berjuang sama Fito.”
Fito menatap mata Ran, tatapan yang sangat tulus. Berbeda dengan seseorang yang dulu pernah ada di hadapan dirinya juga.
“Fito tau? Ran selalu ngelukai diri sendiri saat ayah Ran melukai Ran, terus apa yang Ran dapatkan? Ran jadi mengidap sindrom Dory, dan itu membantu Ran untuk tidak mengingat hal buruk yang Ran dapatkan.”
“Lalu bagaimana dengan Fito? Fito lumpuh, dan orang-orang jahat di sekitar Fito menjauh, coba Fito bayangin, sekarang orang itu masih ada di sisi Fito, dan berkhianat kepada Fito. Fito bayangin, Fito masih bisa jalan, dan sepanjang jalanan Fito akan mendapatkan caci dan maki dari orang-orang.”
Fito terdiam, ia berusaha mencerna perkataan yang keluar dari mulut Ran.
“Ran akan jadi kaki buat Fito, kemanapun Fito akan melangkah.”
“Lo gak malu?”
Ran menggeleng kuat. “Untuk apa Ran malu?”
“Punya temen gak bisa jalan.”
Senyum Ran memudar, ia menghela nafas panjang.
“Untuk apa Ran malu, sedangkan Ran juga seorang pengecut?”